[PORTAL-ISLAM.ID] Sekelompok orang ngumpul di Kedai Kopi Oey; Yap Hong Gie, Agnes M, Chandra (Chen Yi Jing), Ali Sutrisna, Indra, Martin, Thomas dan Eko Sriyanto. Motornya Lieus Sungkharisma. Delapan ethnik Tionghoa, satu Javanese tulen asal Solo.
Mereka mendeklarasikan "2019-Ganti Presiden". Eko Sriyanto baru saja buka Posko "Prabowo for President" di Solo.
Manuver ini membuat banyak orang gerah. Proyek mereka bisa terganggu. Jiwa mereka mulai goyang. Labil. Galau melanda. Makan terasa hambar. Tidur ngga nyenyak. Kasak-kusuk dimulai. Grup WA penuh caci-maki. Lieus Sungkharisma kembali disorot. Bukan banci namanya kalo ngga nyinyir.
Reaksi pertama datang dari Jogja. Sekelompok ethnik Tionghoa menggelar konferensi pers Pro Joko Widodo. Mereka menuding "Gerakan Ganti Presiden" sebagai anti-demokrasi. Entah, sekolah di mana orang satu ini.
Reaksi berikut nyaris serempak. Mereka ngumpul di Serpong dan Menteng. Seorang ethnik Tionghoa kader "partai merah" disinyalir numpang ngetop dengan ngumpulin massa satu ethnik dari Singkawang. Mereka kasak-kusuk di PIK. Si Kader sedang nyaleg. Harapannya; bisa sedot suara dengan hantam Lieus Sungkharisma thus tampil macam super hero. Aslinya ya cebong. Anak kodok.
Lieus Sungkharisma difitnah mengklaim diri sebagai "Tokoh Tionghoa". Seolah-olah menyatakan diri sebagai representatif sikap komunitas Tionghoa as a whole.
Ngayal overdose. Halusinatif inferno. Kebanyakan minum prozac. Cemas proyek terganggu bila ganti rezim. Permanent madness. Semua itu, membuat segelintir orang berhalusinasi. Faktanya, Lieus Sungkharisma tidak pernah menyatakan diri sebagai "Tokoh Tionghoa". Media, saya dan banyak teman non-chinese yang menyebutnya sebagai salah satu "Tokoh Tionghoa".
Ya, mereka iri, sirik, dengki dan frustasi. Menjilat penguasa adalah stereotypenya. Ahok kalah, mereka dendam.
Lieus Sungkharisma merespon dengan menggelar deklarasi ulang "Ganti Presiden" di Cikini sebelah Taman Ismail Marzuki. Kali ini, selain nama-nama di paragraf satu, muncul Ustad Aminuddin (Alumni 212), Sugiyanto (Katar) dan Ustad Daud.
Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Lawyer paling tampan yang punya paras ganteng berlebihan, Mr Habiburokhman turut hadir sebagai undangan. Dia menyatakan, ACTA siap turun tangan bila ada upaya kriminalisasi terhadap aktifis gerakan "Ganti Presiden".
Orang-orang makin panas. Bukan banci namanya kalo ngga gusar. Lieus Sungkharisma sama sekali tidak menggubris seruan-seruan cengeng mereka.
Reaksi atas deklarasi kedua ini adalah somasi. Lieus Sungkharisma diminta berhenti mengatas-namakan Tionghoa dalam gerakan "Ganti Presiden". Faktanya, tidak sekali pun ada statemen Lieus Sungkharisma yang mengatakan bahwa dia mewakili komunitas Tionghoa.
Jadi, Lieus Sungkharisma dihantam atas-bawah. Selain sesama ethnik, kelompok Tionghoa "Ganti Presiden" dicurigai dan dicaci-maki Non-Chinese. Mereka dituding cari aman. Padahal rezim ini masih kuat. Di mana cari amannya?
Pasca Anies-Sandi menang, banyak orang cari posisi. Berharap imbalan jabatan. Lieus Sungkharisma termasuk salah satu orang yang sudah "dihitamkan" sejak awal oleh para pencari rente. Padahal, mereka bukan Aniser murni. Mereka AHYER. Beberapa di antaranya double-agent yang dipasang Rezim Ahok. Tapi langsung ganti topeng setelah Anies-Sandi menang.
Kutukan dan somasi sudah dirilis oleh segelintir Tionghoa Pro Joko. Harapan mereka, jasa ini bakal diingat bila Joko menang lagi. Ngimpi tidak larang.
Bukannya menggigil ketakutan, Lieus Sungkharisma malah nyanyi-nyanyi di video clip "2019-Ganti Presiden" karya John Sang Alang. Dia tampak menjiwai lirik lagu ini. Ekspresif. Nyantai. Full of Joy. Bersama Amien Rais, Fadli Zon, Mardani Ali Sera, Neno Warisman, Ahmad Dhani, Haikal Hassan Baras, Derry Sulaiman, Fauzi Ba'adilah, Mustofa Nahrawardaya dan sebagainya, Lieus Sungkharisma melantunkan syair; "Pajak mencekik, usaha sulit".
Entah gimana paras muka para pencari panggung dan duit receh saat menonton video clip itu. Syahdan, mereka sakit jiwa.
Penulis: Zeng Wei Jian