[PORTAL-ISLAM.ID] Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku tidak kaget atas keputusan pengunduran diri Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif. Menurutnya seorang moralis seperti Yudi tidak akan betah berlama-lama di lembaga semacam BPIP.
"Yudi Latif itu sosok intelektual yang biasa bebas pemikirannya. Tidak akan cocok kalau dia ada di lembaga birokrasi seperti BPIP yang ternyata mengurus anggaran saja tidak jelas. Dia tidak bisa disibukkan dengan hal-hal itu. Dia pasti kecewa," kata Refly kepada CNNIndonesia.com, Jumat (8/6).
Selain kecewa dari sisi intelektualitas, Refly juga menyebut Yudi juga sadar jika dia tak lagi di posisi orang pertama atau primus inter pares dalam BPIP. Menurut dia, Yudi tidak akan bisa dengan mudah tunduk dengan dengan tokoh lain yang memang punya pengaruh yang lebih besar di dalam BPIP.
"Orang seperti Yudi Latif tidak bisa masuk dalam sistem dimana harus tunduk pada 'dewa-dewa' pengarah itu (Dewan Pengarah BPIP -red). Padahal kalau dalam organisasi posisi Kepala itu harusnya menonjol. Jadi dia merasa bukan orang pertama lagi," tutur Refly.
(Refly Harun saat menjadi pembicara di ILC yang membahas soal BPIP)
Lebih lanjut, Refly juga yakin jika Yudi tidak akan mau terjebak di dalam kepentingan politik jangka pendek yang sedang terlihat di dalam BPIP. Dalam hal ini, Refly mengkritisi posisi Megawati Soekarnoputri yang merupakan Ketua Umum PDIP. Dia juga mengkritik posisi anggota BPIP lainnya yang memang terkesan sarat akan kepentingan politik.
"Selain ada orang partai politik, anggota-anggotanya yang lain malah kayak tim pemenangan pemilu 2019. Yudi kecewa BPIP seperti dijadikan alat politik jangka pendek," ungkap Refly.
Kepentingan politik jangka pendek itu sudah mulai terlihat saat beberapa anggota dewan pengarah BPIP malah bertingkah seperti alat kampanye atau alat penggebuk. Harusnya, imbuh dia, BPIP dijauhkan dari anasir-anasir politik.
"Sudah mulai terlihat jadi alat penggebuk. Kelihatan saat kasus gaji mencuat itu malah berkomentar tidak bijak. BPIP juga jadi politik karena kelihatan terbentuk atas respons Pilkada DKI saja," ujar Refly.
Untuk itu, Refly menekankan bahwa BPIP tidak lagi diperlukan. Harusnya, kata dia, pemerintah bisa belajar dari sejarah rezim-rezim sebelumnya jika pancasila hanya akan jadi alat penggebuk jika diurus oleh negara. Refly menyinggung cara orde baru untuk menggebuk kelompok ektrim kanan dan kiri lewat pancasila.
Cara-cara rezim Orba itu juga mulai terlihat digunakan oleh rezim ini dengan menggunakan pancasila untuk menggebuk pendapat yang dicap intoleransi dan anti kebhinekaan.
"Fakta intoleran atau anti kebhinekaan memang ada, tapi jangan sifatnya judgmental. Betapapun ekstremnya Pancasila itu harus digunakan untuk merangkul mereka. Bukan memisahkan atau menggebuk," ujar Refly.
Refly mengingatkan jika kehidupan berbangsa tak hanya soal Pancasila yang memang sudah kokoh sebagai dasar negara. Dalam tingkatan masyarakat, adat istiadat dan agama juga harus diperhatian. Untuk itu, narasi pancasila tidak boleh dibajak kebenarannya oleh negara.
"Tidak boleh benturkan pancasila dengan adat atau agama. Orang yang beragama baik pasti pancasilais. Pancasila jangan dibajak. Jangan yang versi negara seolah-olah benar. Faktanya kan dalam beberapa hal negara kadang-kadang tidak benar," ujar Refly.
Terakhir, Refly berpesan agar penanaman Pancasila lebih baik dititipkan ke lembaga pendidikan dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah cukup mengumpulkan pakar-pakar dari kalangan non politik untuk bisa merumuskan dengan baik kurikulum yang sifatnya jangka panjang.
"Megawati dan anggota pembina lain secara personal kan mampu. Tapi belum tentu ada waktu. Jadi coba melihat kasus ini jangan untuk kepentingan jangka pendek," demikian Refly.
Sebelumnya, kabar pengunduran diri Yudi Latif dari jabatan kepala BPIP beredar beredar di Facebook. Lewat akun Yudi Latif Dua, dia mengunggah tulisan berisi pengunduran dirinya dari jabatan yang diembannya sejak tahun lalu.
(Pelantikan UKP-PIP pada 7 Juni 2017)
Juru Bicara Presiden Johan Budi membenarkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengetahui rencana pengunduran diri Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif. Istana juga sudah menerima surat pengunduran diri Yudi Latif, namun belum sempat dibaca oleh Presiden.
"Kalau surat resmi belum baca karena diterima Sekretaris Kabinet dan Menteri Sekretaris Negara tadi pagi," ujar Johan di Kantor Presiden, Jumat (8/6).
Yudi menjabat sebagai Kepala BPIP sejak Februari 2018, sebelum resmi menjabat sebagai Kepala BPIP Yudi ditunjuk menjadi Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) sejak 7 Juni 2017.
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180608162703-32-304651/cerita-refly-harun-soal-yudi-latif-dan-dewa-dewa-di-bpip