[PORTAL-ISLAM.ID] Mudik lebaran saat ini berdekatan dengan tahun politik. Risikonya, semua hal diarahkan untuk kepentingan politik. Tak terkecuali beredarnya spanduk "Tol Jokowi" yang tersebar di sejumlah ruas jalan.
Spanduk "Tol Jokowi" bertebaran di sejumlah ruas jalan yang dilewati para pemudik seperti di Semarang, Jawa Tengah, termasuk jalan akses menuju Pelabuhan Merak, Banten. Tulisan lengkap dalam spanduk tersebut "Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439 H. Pendukung @#2019GantiPresiden, Anda sedang Melewati jalan Tol Pak Jokowi". Adapun desain dan model spanduk memiliki kesamaan. Dengan kata lain, spanduk tersebut diduga kuat diproduksi secara teroganisir, bukan inisiatif satu atau dua orang.
Jika membaca kalimat yang tetera dalam spanduk tersebut, muatan politiknya cukup kuat. Seperti menyandingkan kelompok pendukung @#2019GantiPresiden dengan "Tol Jokowi". Materi spanduk seolah memberi pesan bahwa tol yang dilintasi merupakan dibangun di era Jokowi. Meski, jika ditelisik lebih detil, pemasangan spanduk tersebut tidak kontekstual dalam penempatannya. Seperti dipasang di jalur akses ke Pelabuhan Merak.
Pemasangan spanduk tersebut tentu menimbulkan polemik. Spanduk yang isinya penisbatan tol dengan sosok Jokowi terbuka untuk dikritisi. Meski dapat dimaklumi, spanduk tersebut sebagai respons atas gerakan tanda pagar #2019GantiPresiden, namun reaksi melalui spanduk "Tol Jokowi" merupakan tindakan serampangan dan tidak tepat sasaran.
Setidaknya, penisbatan tol dengan Jokowi merupakan tindakan simplifikasi atas proses pembangunan yang nyatanya melibatkan berbagai stakeholder. Personalisasi sebuah pembangunan mengingatkan kembali pada sosok Soeharto yang kala Orde Baru ditasbihkan sebagai "Bapak Pembangunan".
Padahal, secara konsepsional dan praktik, pembangunan tidak bisa dikerjakan satu pihak saja, sebut saja pihak eksekutif. Dalam proses perencanaan, penganggaran serta pelaksanaan suatu program harus melibatkan berbagai stakeholder mulai eksekutif, legislatif, termasuk lembaga pengawas pembangunan dan keuangan (BPKP dan BPK).
Alih-alih spanduk "Tol Jokowi" menyolidkan grup pendukung Jokowi, sinisme publik muncul dari pemasangan spanduk ini. Imbasnya, terjadi demoralisasi pada figur Jokowi sendiri. Di jejaring media sosial seperti Twitter, respons negatif muncul atas penyebaran spanduk tersebut.
Seperti komentar politisi Partai Demokrat Habiburokhman melalui akun twitternya menulis "Kalau jalan tol disebut jalan Tol Jokowi, hutang Indonesia lebih Rp4.000 triliun itu utang Jokowng dong," kicau Habiburokhman.
Hal yang sama ditulis politisi Partai Demokrat Zara Zettira yang tampak keheranan dengan beredarnya spanduk "Tol Jokowi". Menurut dia, selama 10 tahun SBY menjadi Presiden tidak pernah ada penyebutan Tol SBY. "SBY 10 tahun aja ga ada jalan tol SBY. Ini ada ya jalan Tol Jokowi?" sindir Zara.
Respons negatif publik atas pemasangan spanduk "Tol Jokowi" ini baiknya direspons dengan menurunkan spanduk yang justru berdampak negatif bagi figur Jokowi. Selain juga, merusak suasana mudik antarwarga. Efek pembelahan di antara masyarakat akan muncul dari pemasangan spanduk tersebut. Aparat kepolisian dan pemerintah dapat segera melakukan langkah taktis untuk menghentikan polemik di tengah suasana mudik lebaran tahun 2018 ini.
Sumber: 'Inilah