[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie terancama hukuman pidana satu tahun dan denda Rp 12 juta. Hal itu diungkapkan komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin.
PSI diduga melakukan pelanggaran Pemilu berupa kampanye sebelum waktunya dengan memasang iklan dan mencantumkan logo serta nomor urut di salah satu media massa. Hal itu melanggar Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bunyi Pasal 492:
"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)"
Bawaslu tetap menganggap iklan jajak pendapat yang dipasang Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di salah satu surat kabar (Jawa Pos) dua pekan lalu sebagai suatu bentuk kampanye.
Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin berpendapat PSI telah mencantumkan nama, lambang serta nomor urutnya dalam iklan tersebut. Hal itu dianggap sebagai citra diri partai politik. Afif mengungkap pencantuman lambang dan nomor urut di surat kabar tergolong sebagai bentuk kampanye.
"Jadi clear itu. Menurut kami ini sesuatu yang kena dalam definisi citra diri partai politik peserta pemilu," ucap Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin di kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (4/5/2018), seperti dilansir CNNIndonesia.
Afif mengatakan bahwa definisi citra diri yang tercantum dalam Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang Pemilu sudah disepakati dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bawaslu dan KPU telah menyepakati bahwa nama, lambang, serta nomor urut partai politik sebagai citra diri dalam forum konsultasi pembahasan peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye.
"Soal citra diri itu adalah kalau ada logo dan atau nama partai, dan itu ada," ucap Afif.
Afif mengatakan pihaknya akan melakukan kajian mendalam mengenai iklan PSI. Salah satunya dengan mendengar klarifikasi dari PSI selaku pemasang iklan.
Pihak media massa yang memuat pun akan turut dimintai keterangan. Bahkan, Bawaslu pun bakal meminta keterangan ahli pidana dan bahasa. Kesimpulan mengenai kasus ini akan diberikan pada 16 Mei mendatang.
Jika memang terbukti PSI memasang iklan bermuatan kampanye dalam surat kabar, maka akan ada sanksi yang diberikan akibat melakukan kampanye di luar jadwal. Sebab, masa kampanye Pemilu 2019 baru akan dimulai pada September mendatang.
"Kalau terbuktu yang pasti masuk pidana di Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pasal 492 dengan tuntutan 1 tahun dan denda Rp12 juta," imbuh Afif.
Pada 23 April, PSI memasang iklan di salah satu surat kabar yang memuat jajak pendapat tokoh yang potensial menjadi cawapres dan menteri dalam kabinet Joko Widodo periode selanjutnya.
Ibarat Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
Kalau nantinya PSI dinyatakan terbukti melanggar UU Pemilu karena kampanye sebelum waktunya, dan ketua umumnya dipidana, maka ini ibarat pepatah 'sudah jatuh, tertimpa tangga'.
Sebelumnya, seperti dilansir Kompas, hasil survei terbaru yang dirilis Lembaga Survei Indikator menunjukkan PSI partai paling tidak dipilih alias urutan paling bawah yang hanya 0,2% dan tidak akan lolos syarat ambang batas parlemen 4%.