[PORTAL-ISLAM.ID] Pemerintah, khususnya penegak hukum, harus transparan mengenai seluk-beluk E-KTP yang tercecer di Jalanraya Salabenda, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor 26 Mei 2018. Tranparansi diperlukan supaya khlayak umum tidak berspekulasi, terutama di media sosial (medsos).
Setelah insiden tercecer itu, beredar sejumlah foto yang seolah-olah menunjukkan keterkaitan antara E-KTP yang tercecer dengan foto-foto tersebut. Foto-foto tersebut menunjukkan aktivitas orang-orang yang mirip penegak hukum di suatu gudang yang berisi banyak kardus. Mungkin ribuan kardus. Salah satu foto memperlihatkan satu kardus terbuka yang berisi seperti keping-keping E-KTP.
Saya sama sekali tak bisa memvonis apakah foto kardus terbuka berisi seperti kepingan e-KTP diantara kardus-kardus lain itu, asli atau hoax. Saya tidak ahli.
Nah, “foto-foto tambahan” inilah yang membuat publik ingin tahu lebih lanjut. Ada akun Facebook yang “berani” memuat foto-foto tambahan yang bisa jadi hoax atau bisa jadi juga benar. Ini tentu sangat berbahaya bagi publik. Sebab, kalau ternyata foto-foto itu hoax dan banyak orang yang mungkin terlanjur menyebarkannya lewat akun medsos, berarti akan banyak orang yang bisa terjerat UU ITE.
Itulah sebabnya insiden tercecer itu perlu dijelaskan secara transparan. Pada saat ini, menurut hemat saya, cara penguasa menangani kasus E-KTP tercecer di Bogor itu menyisakan banyak pertanyaan. Misalnya, apakah truk yang membawa kardus tercecer itu, bermuatan penuh kardus-kardus yang berisi E-KTP? Mengapa E-KTP “rusak” asal Sumatera Selatan bisa sampai di Kabupaten Bogor? Dari sekian juta pencetakan, seberapa banyak E-KTP yang “invalid” atau rusak?
Pertanyaan lainnya: seberapa banyak E-KTP rusak yang ada di gudang Kemendagri di Bogor? Bagaimana sebetulnya “definisi rusak” itu? Apakah rusak fisik E-KTP-nya atau rusak dalam arti penyimpanan data? Kemudian, bagaimana protap untuk mengamankan E-KTP yang rusak? Apakah, misalnya, semua yang rusak di seluruh Indonesia harus dibawa ke gudang di Bogor itu? Terus, mengapa begitu “cuai” (lalai, sembrono) proses transportasi E-KTP yang rusak?
Panjang deretan pertanyaan yang harus dijawab.
Ada yang wajar ditanyakan: bukankah E-KTP itu benda yang sangat sensitif? Terutama sensitivitas yang sangat tinggi dalam kaitan dengan tahun politik saat ini dan tahun depan. Apalagi kalau dikaitkan dengan sangkaan-sangkaan liar sebagian orang tentang adanya kemungkinan pihak tertentu akan memanipulasi jutaan E-KTP untuk memenangkan pemilihan umum 2019. Dan, saat ini sedang berlangsung suasana pilkada di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Tentu kita tidak ingin orang menyangka akan ada kaitan antara E-KTP rusak dengan pilkada yang tidak boleh ternoda itu.
Jadi, sangat tidak bisa diterima kalau E-KTP bisa tercecer dalam jumlah ribuan lembar. Artinya, tidak masuk akal kalau instansi pemerintah yang mengurusi E-KTP bisa sampai memperlakukan benda yang sangat vital itu degan sangat ceroboh. Bisa sampai diangkut degan truk terbuka. Benar-benar keteledoran yang gila!
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo hanya memerintahkan pemusnahan (pembakaran) E-KTP yang rusak. Beliau juga menginstruksikan investigasi insiden tercecer itu. Yaitu memerintahkan penindakan aparat-aparat yang bertanggung jawab dengan hukuman mutasi.
Sebagai langkah spontanitas, perintah seperti ini boleh-boleh saja. Tetapi, dari sisi pengamanan E-KTP yang memuat data pribadi rakyat, perintah macam ini sangat tidak strategis.
Kepada Pak Mendagri kita sampaikan tuntutan agar insiden E-KTP tercecer itu diusut oleh tim gabungan. Tidak saja terdiri dari aparat kepolisian, tetapi juga sangat perlu melibatkan para pakar penyimpanan data microchip. Mereka selayaknya diminta untuk melakukan investigasi dari sisi teknologi informasi (TI) guna mengetahui keamanan data pribadi yang ada di E-KTP rusak, tidak hanya yang tercecer itu saja.
Penulis: Asyari Usman (wartawan senior)