[PORTAL-ISLAM.ID] Baru-baru ini beberapa anggota Brimob Polda Jawa Tengah melakukan patroli ke salah satu kantor partai politik di Semarang, Jawa Tengah. Anggota Brimob tersebut datang ke kantor partai politik dengan pakaian lengkap dan senjata laras panjang. Sontak, penghuni kantor partai tersebut panik.
Kedatangan beberapa personil Brimob tersebut tidak disertai surat tugas dan diduga menanyakan kaos bertagar #2019GantiPresiden. Bila memang benar kedatangan Brimob tersebut ke kantor partai politik hanya menanyakan kaos bertagar #2019GantiPresiden, tentu ada sesuatu di balik itu.
Brimob memang bertugas untuk mengatasi gangguan keamanan dalam negeri, tapi yang berintensitas tinggi, seperti kerusuhan massa, kejahatan terorganisir bersenjata api, bom, bahan kimia, biologi dan radioaktif, serta bersama unsur pelaksana operasional kepolisian lainnya untuk mewujudkan rasa aman dan tenteram masyarakat di seluruh wilayah yurisdiksi nasional RI. Tapi apakah pantas jika datang ke kantor partai politik hanya menanyakan kaos bertagar #2019GantiPresiden?
Tentu rasanya tidak layak dan pantas jika personil Brimob diturunkan hanya untuk menanyakan ada atau tidaknya kaos bertagar #2019GantiPresiden di kantor partai politik tersebut. Sebab, kaos bertagar #2019GantiPresiden bukan teroris, bukan kejahatan terorganisir atau menggangu keamanan masyarakat dengan intensitas tinggi. Entahlah kalau mengganggu penguasa? Silakan dijawab sendiri.
Motto Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, tidak terlihat dengan kedatangan satuan Brimob ke sebuah kantor partai politik. Dengan kedatangan Brimob tersebut, seolah-olah ingin memberi kesan bahwa partai politik tersebut adalah sarang teroris, menakutkan dan patut diwaspadai. Aparat Kepolisian harus netral dan memperlakukan masyarakat sama kedudukannya di depan hukum.
Kedatangan Brimob tersebut sudah masuk kategori intimidasi. Intimidasi terhadap orang atau masyarakat dan terhadap partai politik. Sementara partai politik adalah bagian dari demokrasi yang dilindungi UUD 1945. Dengan demikian aparat keamanan telah merusak dan mengintimidasi demokrasi yang selama ini diharapkan berjalan baik.
Adanya kaos bertagar #2019GantiPresiden merupakan sesuatu yang lumrah. Hal itu merupakan bentuk kebebasan menyatakan aspirasi dan pendapat yang dikemukan oleh masyarakat. Dalam alam demokrasi sekarang ini, kebebasan menyatakan aspirasi dan kebebasan menyatakan pendapat dapat dituangkan dalam berbagai bentuk seperti tulisan, dalam bentuk benda, dalam bentuk kartun dan sebagainya. Tinggal masyarakat menanggapinya.
Tentu ada alasan kuat ketika kaos bertagar #2019GantiPresiden merasuk ke jiwa masyarakat. Bisa karena faktor sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Akumulasi dari ketidakpuasan masyarakat itu diwujudkan dalam bentuk #2019GantiPresiden. Dari tagar tersebut jelas tertulis bahwa ganti presiden dilakukan tahun 2019, bukan tahun 2018 ini. Bila dilakukan tahun 2018, bisa dikatakan melanggar konstitusi dan bisa berakibat hukum atau pidana.
Secara kasat mata, maksud dan tujuan kedatangan Brimob ke kantor sebuah partai politik mudah ditebak arahnya. Tak perlu banyak tafsir. Apalagi masyarakat sekarang ini sudah cerdas membaca tanda-tanda bila ada perlakuan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Yang bisa memperbaiki keadaan adalah Presiden. Presiden Jokowi harus bisa mengendalikan bawahannya agar tetap menjaga demokrasi sebagaimana yang dicita-citakan saat reformasi tahun 1998. Bila Presiden Jokowi tak mampu mengatasi, atau membiarkan perlakuan aparat keamanan terhadap partai politik, maka demokrasi akan bernasib tragis di tangan Jokowi.
Penulis: Zul Sikumbang