(Kota Samarkand saat ini)
[PORTAL-ISLAM.ID] Syaikh Ali Thanthawi, dalam kitabnya "Qashah Min al-Tarikh; Qisshah Qadhiyyah Samarkand". Pada tahun 87H (705M) kaum muslimin merengsek menuju Samarkand (salah satu Propinsi di Uzbekistan) di bawah komando sang panglima Qutaibah bin Muslim.
Pasukan besar itu masuk negeri Samarkand nyaris tanpa perlawanan. Karena datangnya dengan tiba-tiba bak air bah, tanpa diduga-duga.
Tapi satu hal yang tidak disadari panglima besar tersebut dan ini adalah ijtihad dari sang panglima.
Bahwa ia menaklukkan negeri tersebut tanpa memberikan peringatan terlebih dahulu.
Sang panglima tidak pernah memberikan pilihan berupa dakwah kepada Islam, membayar jizyah atau perang.
Inilah Prosedur baku yang dilanggar oleh sang panglima. Dan Inilah yang menjadi delik aduan para petinggi negeri Samarkand.
Mereka mengutus seorang pemuda untuk membawa pengaduan tersebut ke khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Sang khalifah demi mendengar aduan tersebut ia langsung menunjuk seorang hakim untuk menggelar perkara.
Singkat cerita perkarapun digelar dan sang hakim memutuskan bahwa Quthaibah bersalah dan wajib segera menarik pasukannya dari bumi Samarkand.
Qutaibah menerima keputusan itu, walau sesungguhnya ia memiliki alasan yang masuk akal, bahwa dengan masuk tiba-tiba tanpa mereka ketahui akan banyak jiwa yang selamat dari kedua pihak.
Ia mengatakan berdasarkan pengalaman, jika ditawarkan opsi masuk Islam atau membayar jizyah kebanyakan mereka menolak dan ujung-ujungnya pasti perang.
Tapi sekali lagi, sebaik apapun alasan karena melanggar prosedur yang baku sang hakim tetap menyatakan Qutaibah bersalah.
Qutaibah siap melaksanakan keputusan itu. Keesok harinya, pasukan besar dibawah komandonya telah berkumpul di tanah lapang, siap ditarik mundur ke perbatasan.
Namun pasukan besar tersebut belum sempat keluar ke perbatasan, penduduk negeri Samarkand berbondong-bondong menyatakan keislamannya, karena mereka melihat keadilan pemimpin mereka.
Inilah sepenggal cerita yang sangat masyhur, pengadilan terbesar sepanjang sejarah.
Dan begitulah tauladan sepanjang sejarah. Prosedur, peraturan, AD/ART, pedoman dan lain sebagainya adalah produk hukum yang harus ditaati, terutama oleh pembuat dan penegak hukum.
Suatu organisasi akan kuat bila prosedur yang sudah disepakati itu dilaksanakan tanpa pandang bulu.
Dan akan menjadi lemah bila tidak dilaksanakn atau dilaksanakan hanya berdasarkan kepentingan sepihak.
Sebab akan mencederai rasa keadilan dan persamaan di depan hukum, yang pada akhirnya mengurangi atau menghilangkan kepercayaan.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidaklah kamu berpikir". (Surat Al-Baqarah, Ayat 44)
Natar, 27 April 2018
(Ustadz Komiruddin Imron, Lc)