[PORTAL-ISLAM.ID] Maaf Bu Sukmawati Soekarnoputri, mohon maaf sekali. Dengan puisi “Ibu Indonesia” yang menuai kontroversi sekarang ini, saya menduga Ibu ingin mengekspresikan ketidaksukaan Anda kepada Islam. Sebetulnya, Bu Sukma bisa menyatakan itu dengan bahasa yang sederhana tanpa harus menghina Islam. Dan juga tanpa harus lama-lama memikirkan alur puitisasinya.
Cukup Anda katakan, “Saya tak suka Islam.”
Hanya empat kata saja. Tidak ada unsur pidananya. Tidak akan menyingung umat Islam. Dan, di atas semua itu, orang akan cepat paham. Kaum muslimin pun tidak bisa berbuat apa-apa. Karena pernyataan “Saya tak suka Islam” tidak bisa dihalangi oleh siapa pun. Semua orang berhak mengatakan itu.
Sekarang, gara-gara puisi yang membanding-bandingkan kidung dengan suara adzan, konde dengan cadar, dsb, Anda melecehkan Islam. Padahal, saya yakin sekali, yang ingin Anda maklumatkan kepada publik ialah bahwa Anda tidak suka pada Islam.
Memang ada rasa tak tega mengucapkan “Saya tak suka Islam”. Barangkali, ini yang menyebabkan Anda memilih puisi sebagai medium untuk menyatakan itu. Mungkin, Anda pikir, terasa halus penyampaiannya. Dibungkus dengan kata-kata “ruwet” supaya tidak kelihatan konten “Saya tak suka Islam” itu.
Saya tidak ahli dalam hal kesusasteraan. Tapi, menurut hemat saya, merangkai kata-kata dan ungkapan puitis menjadi sebuah puisi, bisa menjebak diri sendiri. Sebagai contoh, untuk mengatakan “saya tak suka adzan”, Anda terpaksa merendahkan derajat panggilan sholat itu dengan memuji kidung. Untuk mengatakan “saya tak suka cadar atau jilbab”, Anda harus mengejek pakaian penutup aurat muslimah itu dengan memuji keindahan konde.
Bisa juga Anda buat “break down” ketidaksukaan pada Islam dengan menggunakan “konde” dan “kidung” atau kata-kata lainnya, tanpa harus terjebak ke dalam penghinaan.
Misalnya, Bu Sukma bisa katakan, “Saya tak suka cadar, saya lebih suka konde.” Atau bisa pula Anda ucapkan, “Saya suka kidung. Saya tak suka adzan.”
Aman. Tidak ada unsur pidananya. Khalayak juga cepat mengetahui pikiran Anda. Tidak multi tafsir. Menuliskannya juga cukup 20 detik, mengucapkannya hanya 10 detik.
Tidak akan banyak dibahas di medsos. Paling-paling orang akan mengatakan, “Tak heran kalau Bu Sukma tidak suka Islam, tidak suka adzan, tidak suka cadar.” Paling sampai di situ saja. Karena tidak menghina Islam.
Jadi, Bu, semua bisa Anda katakan tidak suka. Tak suka sholat, tak suka puasa, tak suka zakat, tak suka ibadah haji, atau apa saja tentang Islam.
Tak suka akad nikah, tak suka bersedekah, tak suka membantu orang miskin, tak suka anak yatim, dll. Pokoknya, katakan saja “tak suka” sesuka hati Anda, Bu Sukma. Aman, insyaAllah. Aman di dunia, maksudnya! Kalau di akhirat, kita lihat saja nanti. Yang penting kan di dunia…, iya kan Bu Sukma!
Terus, apa lagi. Bu Sukma bisa juga ucapkan: tak suka janggut, tak suka celana cingkrang, tak suka jubah, tak suka baju koko, dslb.
Bisa juga Anda ucapkan, “Saya tak suka makanan halal, saya suka makanan haram.” Bebas Bu Sukma. Ini tidak menghina. Tidak apa-apa, Bu.
Tak ketinggalan, Bu Sukma pun bebas-lepas untuk mengatakan, “Saya suka Hindu, saya tak suka Islam. Saya suka beribadah di pura, saya tak suka masjid.”
Jangan khawatir Bu. Tidak menghina siapa-siapa.
Sebagai penutup, Bu Sukma, Anda bebas pula menggunakan pengeras suara untuk mengatakan semua yang Anda tidak suka itu. Anda bisa memakai mobil terbuka, mondar-mandir di jalan-jalan Jakarta dan kota-kota lainnya sambil berteriak “Saya tak suka Islam”. Anda bisa juga bawa rombongan untuk berteriak-teriak di depan gedung DPR, di Monas, dll.
Paling-paling orang akan merasa heran saja kenapa Bu Sukma berteriak-teriak seperti itu. Mereka tidak akan melapor ke Polisi. Mereka akan melapor ke pihak yang lebih relevan dengan situasi teriak-teriak “saya tak suka”.
Maaf Bu Sukma, sekadar tips saja buat Anda.
Penulis: Asyari Usman, wartawan senior