[PORTAL-ISLAM.ID] Terhadap berbagai statemen Pak Mahfud MD di berbagai media bahwa jawaban saya atas pertanyaan media yang dianggap “menyesatkan” dan “tendensius”, ingin saya jelaskan duduk permasalahannya sebagai berikut:
Bahwa sekitar Oktober 2014, ketika saya berada di Tokyo mengunjungi keluarga, tiba2 saya diundang Pak SBY untuk bertukar-pikiran mengenai RUU Pilkada di Kyoto, Jepang.
Beliau memang kebetulan sedang berada di kota itu, ketika saya ada di Tokyo. Maka berangkatlah saya dari Tokyo ke Kyoto naik kereta api Sikansen.
Presiden SBY menanyakan kepada saya mengenai RUU Pilkada. Menjawab pertanyaan Presiden SBY, saya berpendapat bahwa apa yang telah dituangkan dalam RUU Pilkada dan telah disepakati antara Presiden dengan DPR agar tetap dipertahankan.
Dalam RUU yang telah disahkan itu Pilkada dilakukan oleh DPRD, tidak dipilih langsung lagi. Bahwa RUU itu jika tidak ditanda-tangani oleh Presiden SBY akan otomatis berlaku setelah 30 hari, umumnya orang faham.
Tetapi didasarkan pada masa jabatan Presiden SBY yang segera akan berakhir waktu itu, waktu 30 hari berlakunya UU tersebut akan terjadi pada saat Presiden SBY telah habis masa jabatannya.
Saya menyarankan lebih baik Presiden SBY tidak tandatangani, dan kemudian serahkan kepada Presiden baru bagaimana akan menyikapi RUU tsb. Presiden baru bisa saja kembalikan RUU tsb kepada DPR untuk dibahas ulang karena beliau tidak terlibat membahas RUU tsb.
Ini adalah suatu keadaan yg tidak biasa, karena sebuah RUU selesai dibahas tapi belum ditandatangani Presiden, dalam waktu kurang dari 30 hari sebelum jabatannya berakhir.
Kepada SBY dan beberapa menteri serta Dubes RI di Jepang yang hadir dalam pertemuan konsultasi tsb, disepakati bahwa saya ditugasi untuk menjelaskan masalah ini kepada Pak Jokowi yang segera akan dilantik menjadi Presiden.
Saya langsung menelpon Pak Jokowi dari hotel tempat pertemuan di Kyoto tetapi tidak dijawab. Ketika saya tiba di stasiun KA akan kembali ke Tokyo, Pak Jokowi menelpon balik ke saya.
Dalam percakapan telepon itu saya jelaskan kepada Pak Jokowo hasil pertemuan tadi dan beliau faham. Saya katakan kepada Pak Jokowi bahwa saya akan membantu menjelaskan permasalahan ini ke publik.
Saya terus mengamati permasalahan ini dari Tokyo. SBY kembali ke Jakarta dan saya membaca berita dari Jakarta bahwa Pak Mahfud mengatakan bahwa usul saya di Tokyo itu sebagai “jebakan batman”.
Antara saya dengan Pak Mahfud memang tidak ada komunikasi apa2 sebelumnya, sehingga saya tidak berkesempatan untuk menjelaskan pembicaraan kami di Kyoto.
Setelah itu saya amati dari Jepang, Presiden SBY tidak melaksanakan apa yang kami bahas di Kyoto, tetapi kemudian mengeluarkan Perpu. Dalam Perpu itu, Pilkada kembali dilakukan secara langsung.
Kepada wartawan yang menanyakan masalah adanya keinginan agar Pilkada kembali lagi ke DPR, saya kisahkan kembali peristiwa di atas.
Saya samasekali tidak menyinggung bagaimana pendirian Pak Mahfud mengenai Pilkada ini, apa beliau setuju pilkada langsung atau cukup melalui DPRD.
Mungkin ada yang mengembangkannya ke arah seolah2 saya “menuduh” bahwa Pak Mahfud adalah pendukung Pilkada langsung. Akibatnya muncullah reaksi Pak Mahfud bahwa ucapan saya “tendensius”, “menyesatkan” dan sejenisnya.
Mudah2an dengan penjelasan ini, masalahnya menjadi terang. Saya mohon maaf kalau berbagai penulisan di media kemudian menimbulkan kesalah-fahaman reaksi sedemikian rupa khususnya dari Pak Mahfud. Sekian. #CatatanYusril
Yusril Ihza Mahendra
Jakarta 13 April 2018