Oleh: Alireza Alatas*
Pembela ulama dan NKRI, aktivis Silaturahmi Anak Bangsa Nusantara (SILABNA)
Cukup mengejutkan melihat publikasi foto Persaudaraan Alumni (PA) 212 bersama Presiden Jokowi. Meski foto itu terlambat dipublikasi, tapi langsung mengundang reaksi publik, khususnya kalangan yang selama ini berharap para Tokoh 212 dan FPI bisa menjadi garda terdepan lakukan perubahan untuk negeri ini yang sudah terlanjur carut-marut dan nyaris bubar.
Berdasarkan klarifikasi yang disampaikan Rabu 25 April 2019, pertemuan antara PA 212 yang digelar hari Minggu (22/4/2018) lalu semestinya rahasia dan tidak boleh dipublikasi. Tapi dua hari kemudian muncul sebuah foto pertemuan tertutup antara PA 212 dan Presiden Jokowi sebagaimana dipublikasi media nasional. Dalam foto itu tampak Jokowi berdiri diapit pengurus Persaudaraan Alumni 212 yang di antaranya adalah Ustadz Al-Khaththath, Ustadz KH Sobri Lubis, Ustadz Usamah Hisyam, Ustadz Slamet Maarif, dan Ustadz Yusuf Marta. Dalam foto itu, para pengurus Persaudaraan Alumni 212 itu terlihat berbincang dengan Jokowi.
Sejauh informasi dari orang dekat dengan Habib Rizieq Shihab, Istana Kepresidenan memang berulangkali memohon pertemuan dengan Habib Rizieq Shihab dan ulama perwakilan FPI. Tak dipungkiri pula, HRS sejak 411 berharap adanya rekonsiliasi. Mungkin saat itu Istana Kepresidenan masih menimbang. Bahkan saat itu Wiranto selaku Menkumham sempat menengahi masalah supaya tidak semakin runyam dan mengupayakan rekonsiliasi yang dihadiri langsung HRS. Sudah menjadi karakter HRS selalu membuka peluang kepada siapa saja untuk rekonsiliasi. Apalagi pihak yang memohon adalah seorang presiden.
Sangat disayangkan itikad baik dari PA 212 yang memenuhi undangan Presiden Jokowi, dibalas dengan keteledoran dari pihak Istana Kepresidenan dengan tersebarnya foto pertemuan tertutup. Padahal ulama yang mewakili PA 212 sudah diminta tidak membawa telepon genggam. Semua prosedur sudah dilakukan tapi mengapa foto yang tampak blur tersebut harus muncul ke permukaan? Bisa jadi penyebaran foto tersebut bermodus menggemboskan kekuatan ummat dengan harapan bahwa PA 212 dan HRS dikondisikan inkonsisten pada perjuangan ummat. Tapi harapan itu tak lebih dari sekedar isapan jempol belaka.
Alih-alih menggemboskan kekuatan ummat, malah justru penyebaran foto tersebut mengesankan bahwa Jokowi selaku presiden negara ini tak dapat dipercaya. Apakah mungkin Sekretariat Negara teledor menjaga kewibawaan seorang presiden sehingga Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia terkesan tak mampu menjaga janji dan rahasia sebuah pertemuan. Untuk urusan sekecil ini saja tidak dapat dipercaya, apalagi urusan yang lebih besar. Air susu dibalas air tuba.
Tak dapat dipungkiri bahwa HRS menjadi sorotan kekuatan politik di nusantara setelah beliau berhasil menggalang kekuatan ummat menggusur Ahok dan memenjarakannya. Meski demikian, HRS tetap bersikap elegan dengan siapapun.
Bayangkan saja, SBY saat menjadi presiden sempat memenjarakan HRS. Tapi beliau tidak pernah dendam pada SBY. Bahkan dalam pilkada DKI, HRS tetap menganjurkan ummat di Jakarta memilih antara nomor 1 atau nomor 3. Padahal nomor 3 melibatkan putra SBY sendiri, yakni AHY.
Jika membawa-bawa dendam politik masa lalu, HRS tak sepatutnya memberikan arahan pilihan ummat pada nomor 3 yang notabene putra SBY. Inilah ciri khas politik elegan HRS yang sepatutnya menjadi contoh bagi politisi di negeri ini.
Kini, ummat kembali dikejutkan dengan sikap elegan politik HRS melalui PA 212 yang mau memenuhi undangan Jokowi. Padahal secara hitungan politik, HRS bisa dikatakan di atas angin. Hampir semua pembicaraan politik di negeri ini, khususnya terkait pilpres 2019, menunggu keputusan HRS. Tapi HRS menunjukkan sikap politik nilai yang mengutamakan kepentingan bangsa dan mau memberikan kesempatan kepada Jokowi untuk menunjukkan itikad baik pada ulama dan ummat.
Sekali lagi, HRS ingin menyampaikan pesan kepada ummat dan bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi politik nilai. Siapapun penguasa di berbagai level negeri ini harus didukung ketika mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan selera partai atau kelompok tertentu. Ketika itikad baik malah dibalas dengan reaksi negatif dan upaya penggembosan, maka kandaslah harapan tersebut. Kekuatan ummat pun kian solid.***
Sumber: RMOL
Pernyataan Pers Tim 11 Ulama Alumni 212— Laskar Pembela Islam (@DPP_LPI) 25 April 2018
Tentang Pertemuan Ulama PA 212 dengan Presiden Joko Widodo pada hari Ahad, 22 April 2018. Di Istana Bogor, Jawa Barat. pic.twitter.com/wzNKg8oMKv