[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto sebaiknya tidak memaksakan diri untuk maju sebagai calon presiden (capres) di 2019 mendatang. Prabowo dinilai sudah menjadi masa lalu. Masa depan, harus disiapkan figur lain. Pasangan Anies Baswedan-Gatot Nurmantyo dinilai mampu mengalahkan petahana, Joko Widodo.
Pengamat politik Universitas Syarif Hidayatullah Syarwi Pangi Chaniago secara tegas mengatakan, Prabowo Subianto sudah usang jika dimajukan kembali menjadi capres. Pasalnya, dengan kegagalan dua kali menjadi calon wakil presiden dan presiden, sosok mantan Danjen Kopassus itu dinilai sudah mentok dalam meraih dukungan pemilih di pemilu presiden mendatang.
"Saya nilai masyarakat juga sudah jenuh terhadap Prabowo. Elektabilitas Prabowo sudah klimaks. Ibarat film, Prabowo adalah film lama, sudah usang. Dan pastinya akan sulit mengalahkan Jokowi di pilpres 2019 nanti," kata Syarwi Pangi kepada INDOPOS, Minggu (15/4).
Menurut Syarwi Pangi, mendaur ulang pertarungan lama, head to head Jokowi-Prabowo pada capres pilpres 2019, sungguh sangat tidak menarik lagi.
“Padahal masyarakat ingin pertarungan aktor baru, sehingga film menjadi menarik dan seru," tegasnya.
Di sisi lain, kekuatan mesin partai pendukung Prabowo di pilpres nanti kalah banyak dan kalah kuat dari koalisi parpol pendukung Jokowi.
Selain itu, tambah Pangi, saat ini Jokowi sedang menyiapkan beberapa ‘senjata’ pendongkrak elektabilitas yang membuat pemilih ‘enggan geser’ dalam mendukung Jokowi.
Beberapa senjata pendongkrak disiapkan salah satunya adalah yang berkaitan dengan infrastruktur dan gaya merakyat Jokowi.
"Ini akan membuat Prabowo makin sulit lagi mengimbangi Jokowi. Apalagi dengan keunggulan pembangunan infrastruktur pemerintahan Jokowi yang menjadi kelebihannya," ucapnya.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh koalisi non Jokowi? Direktur Voxpol Center ini menerangkan, kubu Jokowi lebih takut kepada sosok baru yang masih sulit untuk diukur kekuatannya.
Ketakutan ‘geng’ Jokowi, kata Syarwi Pangi, justru apabila sosok Gatot dan Anies Baswedan maju. Sementara Prabowo cukup menjadi king maker-nya.
"Karena saat ini adalah momentum emas untuk Gatot dan Anies untuk berduet baik sebagai calon RI 1 dan RI 2 atau sebaliknya. Dengan pertumbuhan elaktabilitasnya yang masih terus menanjak dan bisa menjadi penantang tangguh bagi gerbongnya Jokowi," ujarnya.
Mengenai adanya dugaan jika Prabowo tidak maju maka akan menenggelamkan Gerindra, kata Pangi, tesis ini perlu diuji kembali
Jalan tengahnya, menurut Syarwi Pangi, bisa saja dengan mengkaderkan atau meng-Gerindra-kan Gatot dan Anies Baswedan sebagai capres atau cawapres. Ini justru kemungkinan bisa menyelamatkan elektabilitas Gerindra menjadi lebih besar.
“Karena ketika Anies ditarik jadi capres atau cawapres, ada keuntungan lain yang diperoleh Prabowo dan Gerindra yaitu Sandiaga Uno sebagai kader Gerindra otomatis akan naik menjadi Gubernur DKI,” paparnya.
Lalu, bagaimana jika Gerindra tetap ngotot majukan Prabowo? Pangi menegaskan, hal itu malah memudahkan Joko Widodo menjadi presiden untuk dua periode.
Menurut pria asal Sumatera Barat ini, pendukung Presiden Joko Widodo lah yang bersorak sorai menyambut keputusan Partai Gerindra dalam Rakornas beberapa waktu lalu di Hambalang.
“Kita lihat saja siapa yang riang gembira dan bertepuk tangan. Ternyata yang senang adalah ‘geng’ Jokowi, bukan koalisinya Prabowo,” ungkap Pangi.
Pangi menilai, ada upaya dari kubu Jokowi agar Pilpres dimenangkan secara mudah, yakni dengan mengajak Prabowo berlaga kembali. Tampaknya skenario ‘geng’ Jokowi akan berhasil.
“Jadi agenda setting geng Jokowi ini kelihatan sekali. Bagaimana caranya agar terulang kembali head to head Jokowi dengan Prabowo. Buktinya Jokowi bisa mengalahkan Prabowo di Pilpres 2014. Dulu Jokowi bukan incumbent saja, Prabowo kalah,” jelasnya.
Salah satu indikasinya adalah langkah Luhut Binsar Pandjaitan yang kabarnya meminta Prabowo maju sebagai capres.
"Kalau Prabowo maju, maka mungkin ada deal lain atau bonus yang diperoleh Prabowo,” ucapnya.
Jadi, jika ingin memenangi kontestasi, lanjut Pangi, maka Prabowo harus mengalah dan membiarkan sosok baru.
"Seharusnya, Prabowo belajar banyak dari Megawati Soekarnoputri, yang selalu kalah saat maju sebagai capres. Kemudian Megawati lebih memilih menahan diri dan merelakan PDIP untuk mengusung Jokowi sebagai presiden di Pilpres 2014," tandasnya.
Sumber: Koran INDOPOS (Senin, 164/2018)