Dokumentasi--Seorang anggota jemaah haji asal Aceh menerima hasil pengelolaan wakaf Habib Buja Al Asyi di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (19/09/2015, disaksikan oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah. (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)
[PORTAL-ISLAM.ID] BANDA ACEH - Forum Silaturahmi Keturunan Habib Bugak Aceh menyatakan pengelolaan aset wakaf untuk rakyat Aceh di Mekkah, Arab Saudi, tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain karena bertentangan dengan ikrar wakaf.
"Sesuai dengan ikrar wakaf Habib Bugak bahwa pengelolaan aset wakaf untuk rakyat Aceh di Mekkah dikelola Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak," kata Presiden Forum Silaturahmi Keturunan Habib Bugak, Sayyid Jamaluddin Al-Habsyi di Banda Aceh, Senin (12/3/2018).
Pernyataan tersebut disampaikan Sayyid Jamaluddin menanggapi wacana pemerintah pusat dalam hal ini Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan mengambil alih pengelolaan Baitul Asyi.
Habib Bugak Asyi dengan nama asli Habib Abdurrahman Al Habsyi merupakan asal Aceh yang mewakafkan tanah dan bangunan beserta isinya kepada rakyat Aceh di Mekkah pada 1224 Hijriah atau 1809 Masehi.
Sayyid Jamaluddin menegaskan, berdasarkan ikrar wakaf tersebut, pengelolaan aset wakaf untuk rakyat Aceh di Mekkah, Arab Saudi berlangsung sampai kiamat, sehingga tidak bisa dipindahtangankan selain dikelola Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak.
"Ikrar wakaf tersebut disampaikan di hadapan Hakim Mahkamah Syariah Makkah. Syarat wakaf di antaranya memberikan manfaatnya kepada seluruh rakyat Aceh hingga hari kiamat," ungkap dia
Menurut Sayyid Jamaluddin, dari ikrar wakaf tersebut jelas aset yang diwakafkan itu tidak bisa dialihkan kepada siapa pun termasuk kepada keluarga maupun keturunan Habib Bugak Asyi. Apalagi kepada pemerintah Indonesia.
"Artinya, yang berhak mengelola aset wakaf untuk rakyat Aceh itu adalah Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak. Bila keinginan BPKH mengelolanya, tentu bertentangan dengan ikrar wakaf," kata dia.
Sayyid Jamaluddin menyatakan, jika BPKH berkeinginan berinvestasi di aset wakaf untuk rakyat Aceh tersebut, tentu bisa dipertimbangkan. Namun, yang perlu catat hanya sebatas investasi, bukan mengambil alih pengelolaannya.
"Kalau hanya ingin berinvestasi, maka masih bisa dipertimbangkan selama mendapat restu nazir atau pengelola wakaf. Selain itu juga atas pertimbangan masyarakat Aceh," ujar Sayyid Jamaluddin.
Kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, Sayyid Jamaluddin mengharapkan peran aktifnya mengawasi dan memperhatikan dengan serius pengelolaan aset wakaf untuk rakyat Aceh.
"Kami juga menyerukan kepada seluruh rakyat Aceh juga aktif mengawasi dan mengkritiki perkembangan aset wakaf Habib Bugak, sehingga niat wakafnya memberi manfaat bagi masyarakat Aceh," demikian Sayyid Jamaluddin Al-Habsyi. (Antara)
***
Sebelumnya, Partai Aceh (PA) juga menyatakan menolak tegas rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI yang ingin mengambil alih pengelolaan tanah waqaf Aceh di Arab Saudi. Partai lokal ini menyebutkan tanah waqaf Habib Bugak telah diikrarkan untuk rakyat Aceh hingga kiamat dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
"Untuk diketahui bahwa wakaf Baitul Asyi diikrarkan Habib Abdurrahman atau Habib Bugak Asyi pada 1224 Hijriah atau tahun 1809 Masehi di hadapan Hakim Mahkamah Syariah Makkah adalah Waqaf Muqayyad (waqaf bersyarat) dan bukan Waqaf Mutlaq. Artinya diwaqafkan untuk seluruh rakyat Kerajaan Aceh Darussalam hingga hari kiamat yang tidak bisa berpindah tangan kepada siapapun kepemilikannya dan pengelolaannya sudah ditentukan sendiri oleh Habib Bugak dalam ikrar tersebut. Jadi sampai saat ini tanah waqaf tersebut adalah milik sah rakyat Aceh yang tidak bisa dialihkan kepemilikannya kepada siapapun selama masih ada rakyat Aceh," kata Juru Bicara Partai Aceh, Syardani M Syarif atau dikenal Teungku Jamaica, kepada portalsatu.com, Sabtu, 10 Maret 2018.
Dia mengatakan, tanah wakaf yang berasal dari sebuah rumah di depan Ka'bah ini sudah berkembang menjadi beberapa buah hotel dan apartemen yang mampu menampung lebih 12 ribu jamaah, dengan total aset sekitar 300 juta Riyal atau mencapai Rp1 Triliun lebih. Waqaf tersebut selama ini dikelola oleh Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak, yang penunjukannya sejak awal langsung oleh Habib Bugak dan diteruskan oleh keturunan Nadzir sebelumnya dari Ulama Aceh di Makkah.
Sejak 2007 setiap tahunnya, kata Jamaica, semua rakyat Aceh yang berangkat haji ke tanah suci Makkah al-Mukarramah mendapatkan dana pembagian hasil pendapatan dari pengelolaan tanah waqaf tersebut sebesar 1.200 Riyal atau sekitar Rp4 juta lebih per jamaah.
"Selama ini Baitul Asyi tersebut dikelola dengan baik oleh Nadzir Waqaf Habib Bugak dan tidak ada permasalahan apapun," kata Jamaica lagi.
Untuk itu, Partai Aceh meminta Presiden RI Joko Widodo (Pemerintah RI) agar dapat meninjau kembali rencana BPKH RI untuk mengambil alih pengelolaan Tanah Waqaf Aceh di Arab Saudi tersebut. Partai Aceh juga meminta kepada Pemerintah RI agar tidak mengganggu aset milik rakyat Aceh dimanapun berada.
"Partai Aceh bersama rakyat Aceh akan berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan hak rakyat Aceh tersebut," kata Jamaica.
Sumber: http://portalsatu.com/read/news/tanah-wakaf-di-mekkah-milik-sah-rakyat-aceh-hingga-kiamat-41401