[PORTAL-ISLAM.ID] Ada kelompok-kelompok yang sangat sensitif pada isu agama, tak bosan mengampanyekan “jangan bawa agama”,
Setali tiga uang dengan kampanye “no SARA”. Biasanya dirangkai dengan jargon “Beragam”, “NKRI harga mati” dan lainnya.
Tambahannya, mereka juga kelompok yang sama dengan pendukung penista agama ketika terjadi kasus penistaan terhadap ayat Al-Maidah 51.
Mereka teriak, “Jangan bawa agama dalam politik, memilih pemimpin jangan pakai agama, ini negara bukan negara agama, dan teriakan semisalnya.
Lucunya, sekarang masanya pilkada, kelompok diatas yang paling anti agama tiba-tiba berpeci, bersarung, mendatangi pesantren dan Masjid.
Ini ciri oportunis, melakukan apa saja yang perlu dilakukan demi syahwat kekuasaan.
Ternyata yang bilang “Jangan bawa agama”, tahu persis bahwa ummat Islam di Indonesia adalah kekuatan yang besar, pasar paling potensial.
Maka mereka pun rela dipoles “Seolah beragama”, walau penentangan dirinya terhadap agama begitu meluas
Ada yang terkenal mengayomi ormas preman, kata-katanya tajam pada ulama, tiba-tiba berubah dicitrakan sebagai pemimpin yang amanah.
Ada pula yang tiba-tiba rajin ke kajian setelah sebelumnya menuduh bahwa kajian Islam adalah sumber radikalisme dan mengkriminalisasi para penyeru agama Allah
Saya mendoakan dalam hati, semoga mereka betul-betul tercelup hidayah. Semoga kepura-puraan itu menjadi hal nyata.
Mereka menjadi pembela-pembela Islam sebagaimana Umar bin Khaththab yang dulu ingin mencederai Rasulullah.
Tapi melihat kondisi dan fakta, agaknya masih jauh dari harapan. Tapi tak apa, bagi Muslim dakwah itu akan tetap berjalan.
Dan justru ummat jadi tambah menyadari bahwa agama itu adalah inti kehidupan mereka.
Sebab bagi Muslim, jangankan hidup, mati saja harus dengan agama.
Jadi inilah hidupku, inilah matiku, semua hanya untuk Rabb yang mencipta diriku, dan hanya kepada-Nya aku dikembalikan.
Penulis: Ust. Felix Siauw