FENOMENA PARTAI POLITIK DIBAWAH KETEK INTEL
Pada 2008, Mantan menteri Rizal Ramli, pada sidang pembunuhan Munir dengan tersangka Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan mengatakan bahwa kegiatan intelijen di lembaga pemerintahan sudah umum terjadi, bahkan perekrutan agen pun biasa dilakukan.
Proses panjang bisa dilakukan oleh pihak intelijen dengan tujuan infiltrasi, penanaman agen disebuah lembaga milik pemerintah untuk sebuah agenda yang ditetapkan, sudah pasti menjadi operasi yang biasa dilakukan oleh badan Intelijen.
Dengan tujuan, pada waktu yang tepat, akan dipakai manfaat si 'asset' untuk kebutuhan intelijen.
Catatan pembunuhan Munir, dengan meilbatkan orang-orang penting seperti Indra Setiawan seorang Direktur Utama Garuda Indonesia adalah sebuah catatan penting yang harus digarisbawahi.
Bahwa Intelijen bisa saja masuk dan merekrut sejumlah orang atau pihak yang duduk pada level elite sebuah lembaga pemerintahan (BUMN), dengan proses panjang tidak instan.
Melalui proses panjang dan tidak instan, penempatan agen-agen intelijen bisa dilakukan tanpa disadari ataupun diketahui oleh stakeholder ataupun pegawai penting di BUMN tersebut.
Fenomena Indra Setiawan, kini merambah juga pada dunia politik, pengamat Intelijen Sofjan Lubis pernah mengatakan didalam sebuah diskusi politik nasional.
Partai Politik saat ini tidak ada lagi yang murni, semuanya kini dibawah ketek intel atau dalam artian sudah didalam kendali intelijen, baik itu intelijen kekuasaan ataupun intelijen oposan.
Semua dikendalikan tanpa disadari dengan proses panjang.
Kisah di Mesir bisa menjadi sebuah catatan, bagiamana penguasa harus turun tangan untuk ikut 'mengendalikan' partai politik yang ada dengan tangan intelijen yang dtanam sejak era presiden Hosni Mobarak.
Dan di Indonesia, agenda perekrutan dilanjutkan dengan penyusupan (infiltrasi) dilakukan sejak adanya faksi jenderal merah anti pada gerakan Islamis.
Pengawasan ketat (screening melekat) pada era orba, terhadap orang per orang ataupun lembaga serta organisasi Islam biasa dilakukan dengan mengatasnamakan kamtibnas.
Peristiwa-peristiwa seperti peristiwa priuk, talangsari hingga penangkapan-penangkapan aktivis Islam adalah bagian dari agenda pengkondisian, pembungkaman serta pengendlian dengan mengatasnamakan kamtibnas.
Pola dengan mengedepankan kekerasan serta penangkapan, akhirnya berubah sesuai perubahan jaman, mengikuti perkembangan didunia paska berakhirnya perang dingin, tergantikan dengan pola penyusupan, penanaman serta penguasaan demi pengendalian.
Seperti Fenomena Indra Setiawan, Badan Intelijen kini lebih memilih menanam untuk mengendalikan.
Merekrut orang per orang untuk bisa ditanam di lembaga atau partai poltik.
Kisah Ahmad Fathanah alias olong bisa menjadi contoh, bagaimana Intelijen melakukan infiltrasi kepada partai politik.
Ahmad Fathanah adalah rekrutan Intelijen yang sengaja ditanam untuk agenda yang dimiliki oleh intelijen demi merusak dan membenamkan.
Aksi Ahmad Fathanah adalah aksi tanpa disadari tetapi sistematis dengan menargetkan sejumlah nama untuk sebuah agenda dalam waktu yang sudah ditentukan.
fenomena Indra Setiawan serta Ahmad Fathanah sudah seharusnya menjadi catatan bagi kita semua, bagaimana baik lembaga pemerintah ataupun organisasi seperti partai politik sudah biasa menjadi target intelijen.
Tidak ada organisasi yang tidak bisa dimasuki oleh bagian intelijen, semakin ketat organisasi tersebut, maka semakin kuat, massif dan sistematis bagian intelijen lakukan infiltrasinya.
maka pantas, kini ada kalimat "partai politik dibawah ketek Intel", partai politik yang sudah dikuasai dan dikendalikan oleh bagian intelijen.
*Sumber: fb