[PORTAL-ISLAM.ID] Setelah agak lama menghilang dari media mainstream dan medsos, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) kembali “aktif”. Maksudnya, kembali menjadi “newsmaker” (bahan pemberitaan). Kali ini, lumayan besar beritanya, besar kontroversinya. Beliau terlibat perseteruan sengit dengan Bapak Reformasi Indonesia, Prof Dr Amien Rais.
Pasalnya, Pak LBP geram terhadap komentar Pak Amien bahwa penyerahan sertifikat tanah oleh Presiden Jokowi kepada masyarakat, dianggap sebagai “pengibulan”. Pak LBP marah besar. Wajar sekali beliau marah. Coba saja Anda rasakan bila boss yang Anda cintai disebut “ngibul”.
Tapi, pada kesempatan ini saya tidak akan membahas perseteruan antara dua “heavy weights” (kelas berat) itu. Saya malah membahas kehebatan Pak LBP sebagai “right hand” (tangan kanan) merangkap orang yang “most trusted” (paling dipercaya) bagi Pak Jokowi. Dalam bahasa anak-anak sekarang, Pak LBP itu “fully loaded” (lengkap muatan) dan “fully equipped” (lengkap alat). Pak LBP bagaikan Tom Cruise-nya Mission Impossible.
Tak perlu dijelaskan mengapa Pak Jokowi memberikan keistimewaan kepada Pak LBP. Semua kita sudah tahu. Intinya, beliau memang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tinggi dan tangguh. Beliau serba bisa dan berprinsip pantang menyerah. Sesuai dengan latarbelakang pengalaman militer dan bisnisnya.
Pak LBP hadir hampir di semua program Presiden Jokowi. Beliau juga hadir di semua isu penting yang menyangkut kebijakan pemerintah. Pak LBP ikut dalam proyek-proyek infrasturktur (prasarana), mulai dari pembangunan bandara, pelabuhan, jalur kereta api cepat, jalan tol, dlsb. Beliau juga ikut dalam pembahasan mengenai pengoperasian prasarana tsb. Misalnya, belum lama ini Pak LBP menjelaskan kepada para wartawan bahwa Presiden Jokowi menginginkan agar sejumlah bandar udara (bandara) diserahkan kepada swasta.
Kadang-kadang, isu yang terasa kurang penting pun ditangani Pak Luhut. Sebagai contoh, beliau rapat dengan Menteri Keuangan dan Panglima TNI membicarakan dana untuk Babinsa (bintara pembina desa). Terus, Pak Menko memimpin rapat koordinasi percepatan pembangunan kerea-api cepat Jakarta-Bandung. Soal taksi online juga diurus oleh beliau.
Isu perusahaan tambang PT Freeport, apalagilah. Isu reklamasi, udahanlah. Karena memang ada di dalam lingkup tugas resmi beliau.
Khalayak netizen yang “tak paham”, menjuluki Pak Luhut sebagai Menko Segala Urusan. Mungkin julukan ini hanya sekadar bercanda saja. Teapi disebut faktual, juga tidaklah berlebihan. Bukankah beliau memang menangani hampir semua hal? Jadi, Pak LBP memang pekerja keras.
Kita semua telah melihat bukti efektivitas gebrakan Pak LBP dalam menggerakkan program pembangunan Presiden Jokowi. Begitu Pak Luhut turun tangan, semua berjalan lancar. Tidak ada yang berani memperlambat, mempersulit, apalagi melawan titah Pak Menko. Apa saja yang dipegang Pak Luhut, bisa dipastikan berjalan mulus. Harus diakui kehebatan beliau.
Nah, itu baru satu orang Pak Luhut. Bagaimana kalau Indonesia punya 10 LBP? Tentu tak terbayangkan, bukan? Hampir pasti semua kesulitan program pembangunan menjadi hilang. Semua bisa direalisasikan. Indonesia akan tampil sebagai negara maju dalam waktu sekejap.
Mengapa bisa demikian? Mari kita hitung dengan matematika sederhana seperti berikut ini.
Kalau kita memiliki 10 Pak Luhut, berarti semuanya akan menjadi serba 10 kali lipat. Investasi RRC menjadi 10 kali lipat. Jumlah tenaga kerja dari RRC, baik legal maupun ilegal, akan menjadi 10 kali lipat.
Akan ada 10 proyek reklamasi, baik itu di depan teluk Jakarta maupun dipencarkan di 10 lokasi lain. Hutang luarnegeri akan menjadi 10 x Rp4,376 triliun = Rp52,512 triliun (lima puluh dua ribu lima ratus triliun), atau setera dengan US$3,030 miliar (tiga ribu tiga puluh miliar dollar).
Seperti diketahui, Singapura adalah investor terbesar di Indonesia. Maka, kalau Indonesia punya 10 LBP berarti Singapura akan membuka 10 kedutaan besar dan menugaskan 10 duta besar di Jakarta. Karena itu, Singapura akan meraup keuntungan mudah (easy profit) 10 kali lipat. Sebagai konsekuensi dari investasi 10 kali lipat itu, Singapura harus menyediakan “dana khusus” untuk entertainment sebesar 10 kali lipat juga dari yang mereka keluarkan sekarang ini.
Di sektor pembangunan hunian modern, khususnya hunian yang berharga non-Pancasilais, akan ada 10 proyek Meikarta. (NB: hunian Pancasilais tidak ditambah menjadi 10 kali lipat karena Pak LBP tidak punya waktu untuk mengurus hunian kelas ini). Guna mempercepat proses perampungan 10 Meikarta, harus ada 10 grup Lippo dan 10 James Riady.
Selain itu, konsep 10 LBP akan memerlukan 10 kali lipat jumlah konglomerat. Jadi, Sembilan Naga akan ditambah masing-masing sembilan. Dengan demikian, seluruhnya akan ada 90 taipan untuk misi 10 LBP. Bisa dibayangkan perubahan dahsyat Indonesia bersama 90 Naga.
Banyak orang yang berpendapat bahwa para konglomerat adalah pelaku penindasan ekonomi rakyat. Karena itu, Indonesia akan menjadi negara dengan “indeks penindasan ekonomi” (economic suppression index atau ESI) tertinggi di dunia. Artinya, penindasan akan menjadi berlipat 10 juga.
Paralel dengan kelipatan 10 itu, jumlah orang miskin juga bertambah 10 kali lipat dari angka yang ada sekarang. Tetapi, jumlah orang kaya akan berlipat 10 juga.
Dan, ada pula aspek positif lainnya yang muncul sebagai “LBP effect” (dampak LBP). Yaitu, sekiranya gubernur DKI bukan Anies Baswedan, maka akan ada penambahan Hotel Alexis menjadi 10 unit. Dus, akan ada 10 “Surga Lantai 7” untuk Jakarta. Sayangnya, yang ini tak terlaksana karena Anies yang menjadi gubernur.
Sekali lagi, Anda bayangkan betapa hebat dan tidak hebatnya Indonesia kalau kita memiliki 10 LBP.
Mohon maaf jika tulisan ini terasa panjang. Pembelaan saya: tulisan ini wajar panjang karena kita membahas Indonesia dengan 10 LBP. Artinya, bolehlah saya menulis 10 kali lipat dari panjang tulisan biasa. Tapi, ini kan tak sampai 10 kali.
Penulis: Asyari Usman