[PORTAL-ISLAM.ID] Basuki Tjahaja Purnama telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas vonis hukuman kurungan dua tahun penjara yang diputus majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
PK itu diajukan tim penasihat hukum Ahok pada 2 Februari 2018 dan sudah memulai persidangan Senin, 26 Februari 2018.
Perjalanan PK Ahok ini tidak semulus yang dibayangkan, sebab banyak pihak yang tak setuju dan meminta agar PK itu ditolak. Salah satu alasannya adalah, Ahok tak pernah mengajukan kasasi dan mencabut banding atas putusan hakim dalam perkara penodaan agama yang sempat diajukan ke majelis hakim.
Banding itu dicabut atas permintaan Ahok sendiri pada Senin, 22 Mei 2017. Saat itu tak ada yang tahu alasan Ahok memutuskan untuk mengurungkan niat banding. Keluarga dan penasihat hukum pun hanya menyatakan pencabutan banding sudah dipikirkan matang-matang.
Lalu, sebenarnya apa yang membuat Ahok akhirnya berubah pikiran dan meminta penasihat hukumnya mencabut banding itu?
Alasan pencabutan banding itu akhirnya diungkapkan adik sekaligus tim penasih hukum Ahok, yakni Fifi Lety Indra saat menghadiri sidang perdana PK di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin, 26 Februari 2018.
Menurut Fifi, Ahok menuliskan alasannya mencabut banding dalam sebuah surat, isinya ialah, Ahok tak mau banding yang diajukannya itu nanti malah menciptakan benturan keras antara mereka yang mendukungnya dengan mereka yang membenci.
"Nah kenapa Pak Ahok menarik bandingnya? Nah kami sudah menjelaskan melalui surat Pak Ahok. Bayangkan waktu itu Pak Ahok ini adalah seorang negarawan. Dia enggak rela kalau pendukungnya maupun pembencinya saling benturan," kata Fifi.
Fifi menuturkan, saat itu dalam benak yang terbayang bakal terjadi perpecahan jika banding tetap di proses, akhirnya Ahok merelakan dirinya untuk mendekam di balik jeruji tahanan Markas Korps Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.
"Kalau Pak Ahok waktu itu tetap melanjutkan banding, saya rasa kita tidak akan seperti ini," ujar Fifi.
Diketahui, majelis hakim PN Jakarta Utara memvonis Ahok dengan hukuman dua tahun penjara dalam perkara dugaan penodaan agama, dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa 9 Mei 2017.
"Menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama," ujar Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.
Dalam pertimbangannya, hakim mengemukakan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan di antaranya, terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan mencederai umat Islam, perbuatan terdakwa dapat memecah kerukunan antarumat beragama dan antargolongan.
Adapun hal yang meringankan, di antaranya terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa bersikap kooperatif selama persidangan.
Kasus hukum yang menjerat Ahok bermula dari pidatonya di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Pernyataan Ahok saat itu terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau.
Jaksa Penuntut Umum menjerat Ahok dengan Pasal 156 KUHP terkait kebencian terhadap golongan tertentu. Ahok tidak dikenakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama seperti dalam dakwaan sebelumnya.
Jaksa menuntut Ahok hukuman satu tahun kurungan penjara, dengan masa percobaan selama dua tahun.