[PORTAL-ISLAM.ID] Beberapa hari yang lalu Jokowi sempat diberi kartu kuning saat menghadiri dies natalies Universitas Indonesia (UI). Kartu kuning itu diberikan oleh salah seorang mahasiswa bernama Zaadit. Ia menilai kinerja pemerintah tidak seimbang antara pembangunan infrastruktur dengan pembangunan manusianya, contohnya kasus kelaparan suku Asmat.
Sontak seketika aksi Zaadit ini menjadi viral di jagad maya. Bagaimana tidak, berjalan empat tahun kepemimpinan Jokowi, hampir tidak terdengar aksi massa yang mengkritik bahkan menolak kebijakan pemerintah. Padahal, di masyarakat kalangan bawah hampir setiap hari kita mendengar keluhan demi keluhan akan biaya hidup yang kian hari semakin menghimpit mereka.
Jokowi memang terkesan santai menanggapi insiden tersebut. Ia hanya berkelakar akan mengirim BEM UI ke Papua untuk melihat kondisi medan yang harus ditaklukkan pemerintah. Namun sayangnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Puan Maharani juga ikut membenarkan kelakar Jokowi tersebut. Ini seolah-olah membenarkan pemerintahan di bawah Jokowi anti kritik.
Sebagai menteri, seharusnya Puan lebih menjadi penengah dan memberi masukan kepada Presiden Jokowi. Apalagi posisi Puan berhubungan dengan pembangunan manusia. Harusnya Puan memberikan sumbangsih pikiran untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan pembangunan manusia yang masih terseok-seok, khususnya di Papua. Bukan malah menjadi “kompor” dan membenarkan kelakar Jokowi tersebut.
Tidak sekali ini saja anak Megawati Soekarnoputri ini membuat masyarakat menjadi heboh. Sebelumnya Puan juga pernah melontarkan kata-kata yang membuat masyarakat sakit hati. Puan sebelumnya menyuruh orang miskin untuk diet dan tidak banyak makan. Hal itu disampaikannya saat penyaluran beras raskin di Bali.
Hal seperti ini tentunya sangat tidak etis dilakukan oleh seorang menteri yang menerima amanah dan digaji oleh uang rakyat. Sudah wajar kiranya masyarakat menyampaikan kritik kepada pemimpinnya. Karena masyarakat menilai mereka yang dipercaya presiden adalah orang-orang yang handal di bidangnya. Jika menteri malah menyalahkan masyarakat yang mengkritik, lalu kemana masyarakat harus mengadu?
Sudah banyak sebenarnya kritikan terhadap Puan. Baik itu secara kinerja maupun kapasitas dirinya sebagai menteri yang mengkoordinasikan sembilan kementerian di bawahnya. Banyak orang menilai posisi Puan hari ini tidak lebih karena bagi-bagi kursi parpol di pemerintahan saja. Sementara secara kinerja, mungkin bisa dikatakan nihil.
Lihat saja saat Puan disoraki pada acara HUT PGRI ke 70 padatahun 2015 yang lalu. Mau di bawa kemana muka Puan, acara yang dihadiri puluhan ribu guru di Gelora Bung Karno (GBK) sontak riuh menyoraki Puan saat berpidato. Jika seandainya Puan memiliki wibawa dan kapasitas yang cukup, tentunya hal seperti ini tidak akan terjadi.
Apa yang perlu dilakukan Jokowi?
Berjalan empat tahun Jokowi memimpin negeri, seharusnya Jokowi lebih selektif dan bijak melihat kinerja kabinet. Apakah kabinet kerja yang dibangun Jokowi tersebut benar-benar bekerja atau malah hanya sekedar menghabiskan uang rakyat saja. Jika jabatan menteri hanya dijadikan bagi-bagi kue saja, maka kabinet kerja Jokowi sama saja dengan bohong.
Apa yang dilakukan Jokowi yang geram terkait ekspor impor Indonesia pada saat rapat kabinet kemaren mungkin sudah tepat. Jokowi mulai sadar bahwa laporan fiktif yang selama ini dibanggakan Jokowi ternyata nol besar. Ekonomi Indonesia yang katanya meroket ternyata malah menukik tajam.
Tentunya marah presiden tidak hanya sebatas gertakan belaka. Harus ada evaluasi secara menyeluruh dan mendetail. Agar sisa jabatan Jokowi ini dapat diselesaikan dengan manis. Jika ada menteri yang hanya buat riuh, contohnya Puan, harusnya segera didepak. Agar ke depan tidak menjadi duri di dalam daging.
Penulis: Berry Salam