[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Dosen Filsafat UI, Rocky Gerung menilai naif ketika ada orang-orang yang menyerang Zaadit Taqwa, Ketua BEM UI yang meniup peluit dan memberi kartu kuning untuk Jokowi dengan serangan pribadi seperti dikatakan tidak lulus mata kuliah tertentu dan serangan lainnya.
Rocky menilai Zaadit Taqwa merupakan contoh mahasiswa yang cerdas yang mampu melahirkan simbol untuk membantah sebuah wacana. “Zaadit Taqwa itu lulus mata kuliah besar yaitu Tes IQ, karena hanya kecerdasan yang mampu melahirkan simbol yang bisa membatalkan nawa cita. Bahkan semua tulisan yang dibuat rezim bisa dikatakan batal oleh simbol kartu kuning,” demikian kata Rocky Gerung dalam Diskusi “Kartu Kuning dan Gerakan Mahasiswa Zaman Now”, yang diselenggarakan Partai Amanat Nasional (PAN) di Kantor DPP PAN Jalan Senopati, Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Menurut Rocky, cara yang dilakukan oleh Zaadit Taqwa merupakan cara intelektual. Kartu kuning merupakan simbol kepedulian intelektual terhadap fenomena di masyarakat. Kartu kuning adalah cara intelektual, karena tugas kampus sebagi wadah intelektual memang untuk menguji, bukan mendukung. “Kartu Kuning Zaadit Taqwa menghapus semua kartu-kartu Jokowi,” katanya.
Rocky mencontohkan kisah pandora yang membuka semua misteri, dimana hanya dibutuhkan seorang anak kecil dimana ketika pandora terbuka maka terbukalah semua bentuk kepalsuan. Demikian juga dengan tindakan Zaadit Taqwa yang mampu membuka semua yang terjadi di rezim sekarang. “Sayang dia bukan mahasiswa saya, kalau mahasiswa saya pasti sudah kartu merah yang dikeluarkan,” kata Pengajar Filsafat UI disambut tepuk tangan.
Ia menambahkan demokrasi harus dibangun dengan kekuatan pemikiran dan analisa dan dirawat dengan argumen bukan dengan sentimen. Yang terjadi sekarang, setiap aksi dijawab dengan membangun sentimen para pendukung.
Rocky juga mengritik reaksi presiden yang tidak tepat dengan mengatakan nanti ketua BEM yang mempertanyakan masalah Asmat akan dikirim ke kawasan tersebut. Ia menyayangkan Presiden Jokowi tidak punya tim yang memberi stok materi dan membahas current issue serta memberi sinopsis yang mencerdaskan. “Jika yang mengritik soal Asmat akan didatangkan ke Asmat itu satu contoh kesalahan berpikir. Masalah Asmat itu tugas pemerintah, Kementerian Kesehatan dan lain lain”.
Menurutnya tugas intelektual adalah memberi kritik. Sebuah kritik tidak harus dibarengi dengan solusi, karena kritik adalah antitesa. "Kritik itu mengurai persoalan, membedah masalah, bukan harus memberi solusi. Karena tugas kritik adalah membedah. Agar para pelaku menyadari. Tugas intelektual terpenting adalah memberi kritik," pungkasnya. (Kanigoro)