"Penyebab kematian yang bersangkutan adalah serangan jantung dengan riwayat penyakit jantung menahun," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis malam.
Setyo menceritakan, awalnya tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap Muhammad Jefri pada Rabu 7 Februari 2018 pukul 18.00 WIB di Jalan Raya Haurgeulis, Desa Cipancuh, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Beberapa saat setelah ditangkap, Jefri mengeluh bahwa dirinya sesak nafas. Tim pun akhirnya membawa Jefri ke klinik terdekat di wilayah Indramayu, Jawa Barat.
"Setelah ditangkap, yang bersangkutan dibawa Densus untuk menunjukkan lokasi temannya, tapi dia mengeluh sesak napas. Kemudian oleh tim dibawa ke klinik terdekat," katanya.
Selanjutnya, di hari yang sama pukul 18.30 WIB, berdasarkan keterangan dokter di klinik tersebut, Jefri dikabarkan telah meninggal dunia.
Jenazah Jefri kemudian diterbangkan ke RS Polri Said Sukanto, Jakarta untuk divisum dan diotopsi.
Pada Kamis 8 Februari 2018, otopsi terhadap jenazah Jefri telah dilaksanakan. Dari hasil otopsi, diketahui bahwa penyebab kematian Jefri adalah serangan jantung.
"Jenazah tidak ada luka luar sama sekali. Diotopsi, organ-organ dibuka, kami periksa di lab, hasilnya kematian disebabkan serangan jantung. Yang bersangkutan memiliki riwayat penyakit jantung menahun," kata Kombes Arief Wahyono, dokter forensik RS Polri Said Sukanto.
Kemudian pada Jumat 9 Februari 2018 sore, jenazah diserahkan oleh pihak RS Polri kepada keluarga mendiang Jefri.
Jenazah dimakamkan di pemakaman Kapuran, Kelurahan Pasar Madang, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Lampung pada Sabtu 10 Februari 2018.
Jefri merupakan warga asal Lampung, kesehariannya berdagang kebab telur. Ia diduga merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sumber: ANTARA
Kalau serangan jantung, kenapa JENASAHNYA TIDAK BOLEH DILIHAT? https://t.co/JY9PcEcCAt— Mustofa Nahrawardaya (@NetizenTofa) February 15, 2018