[PORTAL-ISLAM.ID] Komisi dakwah MUI Pusat menegaskan, materi khutbah dan ceramah tak bisa diatur oleh siapa pun. "Siapa yang bisa mengatur, jangankan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), Menag (menteri agama) saja nggak bisa," kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, K.H. Cholil Nafis kepada Republika, Sabtu (10/2).
Ia mempertanyakan metode pengaturan isi khotbah dan ceramah. Sebab, ia mengatakan, pemerintah saja tidak memiliki prosedur mengangkat khotib. Sehingga, menurut dia, mustahil mengatur materi khutbah dan ceramah.
"Kalau di hadapan presiden iya bisa, kalau di masjid ya nggak bisa," ujar dia.
Cholil mengaku belum pernah diajak Bawaslu mengatur materi dakwah dan khutbah. "Saya secara pribadi belum pernah merasakan diajak, belum pernah ada perintah," ujar dia.
Kendati demikian, menurut dia, sah-sah saja apabila Bawaslu menggandeng pemuka agama menyosialisasikan (bukan mengatur materi khutbah) kampanye melarang politik uang, menyinggung suku agama ras dan antargolongan (SARA), serta menyebar informasi hoaks. Ia mengatakan, kampanye regulasi tersebut pernah dipraktikkan KPU dan DPR RI.
"Jangankan di dalam masjid (sosialisasi Bawaslu -red), di luar masjid juga silahkan," jelasnya.
Cholil menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia bukan sekadar kampanye antipolitik uang, tetapi bagaimana berpolitik yang bisa membatasi praktik politik uang tersebut. "Yang dibenahi itu bukan kampanyenya, tapi sistemnya," ujar dia.
Sebelumnya, seperti diberitakan Tempo, Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pihaknya sedang menyusun materi khotbah menjelang masa kampanye pilkada serentak 2018 harus diisi dengan sesuatu yang menentramkan.
Rahmat beralasan, penyusunan materi khotbah agar mencegah hal yang dialami saat pilkada DKI Jakarta 2017.
Ia menuturkan, selama satu bulan kampanye Pilkada DKI, banyak khotbah berkaitan dengan Surat Al-Maidah ayat 51.
Materi khotbah yang sedang disusun, kata dia, akan berisi hal-hal menyejukkan. Ia menganggap, jika materi khotbah tak menjadi perhatian selama kampanye, akan sangat bermasalah.