[PORTAL-ISLAM.ID] Kisah tentang kesuksesan Djarot Saiful Hidayat sebagai kepala daerah disangkal Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar. Dia menuding Djarot adalah pembual besar yang tak layak memimpin DKI.
Meski sebagian masyarakat dan aktivis di Blitar memberikan penilaian baik atas kepemimpinan Djarot, tidak demikian dengan Samanhudi. Dia mengatakan apa yang digembar-gemborkan Djarot ke media hanyalah omong kosong. "Selama dipimpin Djarot, warga Kota Blitar miskin," ujarnya, Senin, 1 Desember 2014.
Jargon pendidikan gratis yang diklaim milik Djarot, menurut dia, tak pernah ada wujudnya saat menjabat. Bahkan program tersebut sebenarnya adalah usulan Samanhudi saat menjabat Ketua DPRD Kota Blitar yang ditolak pemerintahan Djarot. Namun, setelah Djarot lengser dan digantikan Samanhudi, program itu baru terlaksana. Keberhasilan Samanhudi inilah yang diklaim Djarot sebagai hasil kerjanya.
Demikian juga dengan gaya egaliternya yang disamakan dengan Jokowi, menurut Samanhudi, sangat bertolak belakang. Jika Jokowi benar-benar terjun ke masyarakat, Djarot hanya simbol.
Masyarakat mungkin mengenal Djarot, tapi tidak demikian dengan Djarot sendiri. "Soal blusukan-nya seperti bumi dan langit dengan Pak Jokowi," tuturnya.
Samanhudi mengaku sangat mengenal Djarot sejak jauh sebelum menjadi Wali Kota Blitar. Bahkan Samanhudi pula yang membawa Djarot dan mengenalkannya kepada warga Blitar. Hal itu dilakukan Samanhudi terkait dengan aktivitasnya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Saat ini Samanhudi menjabat Ketua DPC PDIP Kota Blitar.
Tak hanya urusan birokrasi, borok Djarot di partai juga dibuka Samanhudi. Kepedulian Djarot kepada partai dianggap basa-basi. Saat Djarot pertama kali menjabat wali kota, suara PDIP di parlemen turun, dari sepuluh kursi menjadi delapan kursi. Periode kedua pemerintahannya, suara partai turun lagi jadi enam kursi. Kini, pada era pemerintahan Samanhudi, suara PDIP di parlemen kembali utuh, yakni sepuluh kursi. "Bahkan, saat Djarot jadi wali kota, tak pernah sekali pun memakai baju partai yang ada lambangnya. Paling banter setelan hitam," tuturnya.
Dengan sepak terjang tersebut, Samanhudi pesimistis Djarot bisa memimpin DKI. Dia meminta semua pihak berpikir ulang untuk mengusung Djarot jika tak ingin kecewa.
Sumber: Tempo
*********
Dan kini, Djarot hijrah ke Sumatra Utara dan akan berlaga melawan Edy Rahmayadi dalam kontestasi pilgub Sumut yang akan datang.
Menilik jejak hidup Djarot yang kelam, akankah warga Sumut meletakkan hidup mereka dalam genggaman tangan Djarot dan dikecewakan seperti Djarot mengecewakan warga Blitar?