[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Kurang tepat jika kuasa hukum dari Basuki Purnama (Ahok) menjadikan vonis atas terpidana kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik, Buni Yani, sebagai salah satu dasar pengajuan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ardito Muwardi, menegaskan bahwa dua delik kasus tersebut sama sekali berbeda. Karenanya, vonis tersebut tidak bisa dijadikan bahan pertimbangan hakim.
"Buni Yani dipersalahkan karena UU Elektronik, itu adalah menyangkut unsur delik. Ahok dipersalahkan karena penodaan agama. Pembuktian di Buni Yani sama sekali tidak mengganggu pembuktian di tempat Ahok, begitu pun sebaliknya," tegas Ardito di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (26/2/2018).
Pengacara Ahok juga mengatakan bahwa pengajuan PK dilakukan karena ada banyak kekhilafan yang dilakukan oleh majelis hakim pada tahap sebelumnya. Misalnya, terkait Ahok yang langsung ditahan begitu divonis, padahal kliennya sangat kooperatif. Atau, soal para pelapor atas Ahok yang bukan warga Kepulauan Seribu di mana kejadian yang diperkarakan terjadi.
Mengenai dugaan kekhilafan hakim, JPU lainnya, Sapto Subroto, menegaskan bahwa tidak ada sedikitpun kekeliruan yang dilakukan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Ahok.
"Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu sudah benar," tekan Sapto.
Ahok melalui pengacaranya, Josefina Agatha Syukur, mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor: 1537/Pi.B/2016/PN.Jkt.Utr. Pengacara mengklaim memiliki novum baru sehingga mengajukan PK.
Hari ini, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyelenggarakan sidang pemeriksaan berkas PK yang diajukan oleh Ahok. Hakim Ketua, Mulyadi, mengatakan, pihaknya akan langsung mempelajari setelah menerima berkas memori PK yang diajukan. Setelah dipelajari, pengadilan akan mengirimkan berkas ke Mahkamah Agung pada Senin pekan depan (5/3) untuk segera ditindaklanjuti.
"PK dikabulkan atau tidak hanya di tangan MA. Majelis tidak berkewenangan memutus dan hanya memeriksa bukti formil," demikian Hakim Mulyadi. [RMOL]