[PORTAL-ISLAM.ID] Setelah menerima kunjungan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di kantornya, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siraj, mengatakan bahwa masalah rekaman video Pak Tito yang menyebutkan bahwa hanya NU dan Muhammadiyah yang berjuang untuk Indonesia, tidak perlu lagi diperpanjang.
“Sudah selesai di sini,” kata Said Aqil.
Seperti diketahui, Kapolri mengatakan Polisi hanya akan memperkuat NU dan Muhammadiyah.
“Jangan yang lain,” ujar Tito di rekaman video itu.
Menurut Kapolri, hanya NU dan Muhammdiyah yang konsisten membangun dan menjaga NKRI, yang lain-lain malah mau menghancurkan Indonesia. Pernyataan Pak Tito ini memicu reaksi keras dari sejumlah ulama dan pimpinan ormas yang merasa disepelekan oleh Kapolri.
Tentu pantas diapresiasi upaya Said Aqil dan Kapolri untuk menyelesaikan kisruh pernyataan yang menyinggung perasaan itu. Kita semua berharap agar suasana sosial-politik tidak terganggu. Akan tetapi, sayang sekali Said Aqil malah mengeluarkan ucapan yang berpotensi untuk memperkeruh situasi. Ketua PBNU itu mengatakan, kalau ada pihak yang masih mengembangkan pembahasan tentang pernyataan Pak Tito itu, patut dicurigai.
Kata kuncinya adalah “patut dicurigai”. Kalimat Said Aqil ini tidak multi-tafsir. Cukup jelas. Nadanya sangat intimidatif. Sinonimnya tak jauh-jauh dari makna “menggertak”. Bertetangga juga dengan makna kata “menakut-nakuti”. Yaitu, menakut-nakuti orang agar berhenti membicarakan isu yang sangat mengganggu ini. Intervensi Said Aqil itu terasa seperti suasana zaman otoriter dulu.
Saya teringat, seandainya Said Aqil hidup di zaman otoriter dan beliau menduduki posisi sebagai kepala lembaga keamanan, bisa jadi sudah banyak orang yang dia tangkapi dan digertak-gertak karena mengomentari ucapan Pak Tito yang memang harus dibahas sampai tuntas. Bukan malah dilarang-larang.
Kalau Said Aqil ingin mendinginkan suasana, seharusnya tidak melontarkan ucapan yang sifatnya menggertak dan menakut-nakuti. Gaya semacam ini pasti akan kontra-produktif. Sebab, kita tidak lagi hidup di era yang penuh dengan intimidasi. Yang diperlukan adalah uluran tangan persuasif dari beliau kepada para pimpinan ormas-ormas yang telah tersakiti oleh pernyataan Pak Tito.
Eskpektasi masyarakat kepada tokoh sekaliber Said Aqil sangatlah tinggi. Beliau semestinya muncul dengan uacapan yang bisa menghibur pimpinan ormas-ormas yang saat ini merasa resah. Bukan malah memperberat cedera perasaan yang mereka alami.
Semoga saja Said Aqil Siraj bisa memahami seriusnya ketersinggungan yang dialami oleh para pimpinan dan aktivis ormas-ormas kaum muslimin yang sejak puluhan tahun ikut berjuang membangun Indonesia sesuai dengan kiprah mereka masing-masing. Kita berharap agar beliau mau memahami perasaan sanak-saudara beliau yang semuanya melakukan kegiatan dakwah meskipun tidak membawa bendera NU atau Muhammadiyah.