[PORTAL-ISLAM.ID] ISTANBUL - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa Republik Turki kelanjutan dari Kekhalifahan Utsmani (Ottoman).
Demikian diungkapkan Erdogan dalam sambutan memperingati seratus tahun meninggalnya Khalifah Ottoman Sultan Abdulhamid II, Sabtu (10/2/2018), di Istana Yildiz, Istanbul.
“Republik Turki, sama seperti negara kita sebelumnya yang merupakan kelanjutan satu sama lain, juga sebuah kelanjutan dari Ottoman (Utsmani),” kata Erdogan seperti dikutip kantor berita Anadolu Agency, Sabtu (10/2).
“Tentu saja, perbatasan (wilayah negara) telah berubah. Bentuk pemerintahan telah berubah... Tapi intinya sama, jiwanya sama, bahkan banyak institusi yang sama,” terang Erdogan.
Erdogan menjelaskan, inilah mengapa Sultan Abdulhamid adalah salah seorang individu “yang paling penting, paling visioner dan paling strategis” yang dia catat dalam 150 tahun terakhir.
Erdogan mengkritik orang-orang yang memiliki sudut pandang “sempit” yang berusaha memisahkan sejarah Turki dari Kekhalifan Ottoman.
“Beberapa orang dengan gigih mencoba memulai sejarah negara ini dari tahun 1923 (Republik Turki yang didirkan Ataturk -red). Beberapa orang tanpa henti mencoba untuk melepaskan kita dari akar dan nilai bersejarah kita,” tambahnya.
Proklamasi resmi Republik Turki oleh pendirinya Mustafa Kemal Ataturk sendiri berlangsung pada 29 Oktober 1923, ketika nama bangsa dan statusnya sebagai republik diumumkan, menggantikan Kekhalifahan Utsmani.
Erdogan menegaskan kebanggaannya akan sejarah Turki dengan Kekhalifahan.
“Kami bangga dengan sejarah kami tanpa membuat diskriminasi,” ujar Erdogan.
Sultan Abdulhamid II "The Last The Great"
Sultan Abdulhamid II (21 September 1842–10 Februari 1918) ialah sultan (khalifah) ke-34 yang memerintah Khilafah Islamiyah Turki Utsmani. Sultan Abdulhamid II menggantikan saudaranya Sultan Murad V pada 31 Agustus 1876.
Pada 1909 Sultan Abdulhamid II dicopot kekuasaannya melalui kudeta militer, sekaligus memaksanya untuk mengumumkan sistem pemerintahan perwakilan dan membentuk parlemen untuk yang kedua kalinya. Selama pemerintahanya ia dijuluki "TheLast TheGreat", ia juga menolak mentah-mentah permintaan pendirian kota yahudi di Palestina saat itu. Sultan Abdulhamid II menjadi benteng terakhir dalam menghadapi Yahudi-Freemason.
Setelah pencopotan pada tahun 1909, Ia diasingkan ke Tesalonika, Yunani.
Selama Perang Dunia I, ia dipindahkan ke Istana Belarbe. Pada 10 Februari 1918, Sultan Abdulhamid II meninggal tanpa bisa menyaksikan runtuhnya institusi Negara Khilafah (1924), suatu peristiwa yang dihindari terjadi pada masa pemerintahannya. Ia digantikan oleh saudaranya Sultan Muhammad Reshad (Mehmed V).
Selama periode pemerintahannya, Sultan Abdulhamid II menghadapi tantangan terberat yang pernah dijumpai kaum muslimin dan Kekhilafan Ottoman (Usmaniyah) saat itu:
- Konspirasi dari negara-negara asing (seperti Perancis, Italia, Prusia, Rusia, dll) yang menghendaki hancurnya eksistensi Khilafah Usmaniyah.
- Separatisme yang dihembuskan negara-negara Barat melalui ide nasionalisme, yang mengakibatkan negeri-negeri Balkan (seperti Bosnia Herzegovina, Kroasia, Kosovo, Bulgaria, Hongaria, Rumania, Albania, Yunani) melepaskan diri dari pangkuan Ottoman. Begitu pula dengan lepasnya Mesir, Jazirah Arab (Hejaz dan Nejd) dan Lebanon baik karena campur tangan negara asing ataupun gerakan dari dalam negeri. Akibatnya, di kawasan Balkan saat itu dikenal sebagai kawasan "Gentong Mesiu" karena konflik yang ada di kawasan itu dapat sewaktu waktu meledak terutama terlibatnya negara negara adikuasa masa itu (Ottoman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Inggris, Perancis, Kekaisaran Jerman dan Rusia). Konflik ini meledak saat Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Krisis di kawasan yang sekarang dikenal sebagai bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an.
- Perlawanan dari organisasi yang didukung negara-negara asing seperti organisasi Turki Fatat (Turki Muda), Ittihat ve Terakki (Persatuan dan Kemajuan).
- Kekuatan Yahudi dan Freemasonry, yang menginginkan berdirinya komunitas Yahudi di Palestina.
Sumber: Anadolu, Wikipedia
[video - Pidato Erdogan]