[PORTAL-ISLAM.ID] Politik adalah seni. _It is an art of government. Harold Lasswell mendefinisikan politik sebagai "who gets what, when, how."
Tapi bagi Ganjar Pranowo, politik itu pencitraan. Gabrukkkk...!! Dia sendiri bilang begitu di acara talkshow Q&A.
"Sebenarnya, saya nge-twit itu lagi bekerja," kata Ganjar.
Nah lho, kerja sambil main _twitter_. Hebat, bisa multi-tasking. Ganjar memang top sebagai "Gubernur Milenial". Sebagian sebut dia "Gubernur Zaman Now". Sudah lima tahun dia berkuasa. Jawa-Tengah nyabet prestasi sebagai daerah termiskin nomor dua di Indonesia.
Antara citra "Gubernur Milenial" dan Kemiskinan Jawa Tengah, hmm...nggak sinkron.
Ganjar akui dia gagal memperbaiki kesejahteraan rakyat. Kemiskinan di Jawa Tengah hanya turun 1% saja. Dia bilang dia sedih. Nggak tau, apakah pernyataan ini skema dari politik pencitraan atau bukan.
Bicara soal twitter, Ganjar jagonya. Tapi dia gagap saat bicara soal Kartu Nelayan, Brebes yang miskin, Pabrik Semen, dan sebagainya. Apalagi kalo bicara soal Kasus Korupsi e-ktp, Ganjar langsung resah. Mukanya panik. Jidatnya berkerut.
Padahal, dahulu kala, Ganjar tampak ingin produksi citra "gubernur bersih". Citra lagi aja. Modusnya mirip Ahok. Jagoan pemberantas pungli di Jembatan Timbang. Keras. Tough. Ga ragu. Damprat. Non-kompromi. Zero tolerance. Korupsi kecil-kecilan 20 ribu: Sikat...!!
Ya elaahh, tiba-tiba Nazarudin bilang Ganjar terima 500 ribu dolar e-ktp.
Ambruk sudah citra gubernur hebat anti korupsi. Sekali pun, pasca ngomelin Dishub, Ganjar menutup beberapa Jembatan Timbang. Akibatnya, Pemda menderita kerugian hanya dalam periode Mei-Desember 2014.
"Ini termasuk menyalahi aturan. Sidak Gubernur ke Jembatan Timbang waktu itu sarat dengan pencitraan. Ternyata harus dibayar mahal dengan kehilangan pendapatan Rp 10,118 miliar," kata Ketua Komisi D DPRD Jateng Alwin Basri.
Ganjar memang hebat. Pencitraannya telan kerugian miliaran rupiah. Tapi mungkin dia ngga peduli. Buktinya, dia nyalon lagi.
Penulis: Zeng Wej Jian