[PORTAL-ISLAM.ID] Beberapa hari belakangan publik dunia maya digegerkan kasus "Siswi Lamongan" yang dilempar dan diviralkan sebuah media yang selama ini dikenal aktif mendukung Ahok dan tentu saja oleh para pendukung Ahok sendiri.
Gaduh yang oleh Ardi Wirdamulia disebut dipicu oleh jurnalisme koplo karena disajikan melalui berita yang tak diverifikasi secara benar, membuat suasana sisa pilkada Jakarta kembali memanas.
Gaduh politik ini semestinya berakhir dengan divonisnya Ahok oleh majelis hakim. Ahok divonis bersalah. Sayangnya vonis hukum itu tak berlaku bagi para pendukung Ahok.
Di mata pendukungnya, Ahok tetap dianggap tidak bersalah—meskipun hukum negara sudah memutuskan. Sementara bagi kalangan umat yang ayat kitab sucinya diseret secara seenak jidat ke ranah politik oleh Ahok, merasa vonis tersebut dianggap terlalu ringan.
Kemarahan ini ditambah perlakuan “istimewa” dari aparat dalam “memenjarakan” Basuki, hal ini menjadi narasi berikutnya dari kasus yang seharusnya sudah case closed.
Setelah suasana kembali gaduh, para pendukung Ahok kemudian kembali melakukan spin murahan dan mengambil peran sebagai sosok yang terzalimi. Tengok saja ulah mereka di media sosial.
Irama permainan politik identitas (dalam bahasa para pendukung Ahok kerap dikelirukan dengan istilah politik SARA) ini rupanya sengaja dijaga dengan cermat oleh para pendukung Ahok termasuk oleh media yang secara terang benderang memosisikan diri sebagai corong.
Kini keberhasilan permainan politik identitas ditentukan oleh publik. Jika publik terpancing untuk larut dalam permainan tersebut maka jangan heran bila pada 2019, saat Ahok sudah "bebas" nanti, akan tercipta ruang baru untuk Ahok dalam meraih ambisi kuasanya. [*]