[PORTAL-ISLAM.ID] Setelah Ustadz Abdul Somad dicekal di Hong Kong, ada suara-suara yang kemudian berseliweran, termasuk di sosial media bahkan di kalangan tokoh-tokoh masyarakat, seolah membenarkan pencekalan itu. Pembenaran itu dibangun di atas asumsi atau tepatnya kecurigaan jika Ustadz Abdul Somad terkait HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang baru saja dibekukan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Pembenaran atau kecurigaan itu dibangun di atas beberapa alasan atau kesimpulan oleh sebagian berdasarkan beberapa ceramah Ustadz yang ada di media sosial, termasuk YouTube. Untuk mengetahui lebih jauh tuduhan itu, saya kembali menelusuri sebagian besar ceramah-ceramah Ustadz Abdul Somad, lalu mencoba menghubungkan antara satu ceramah atau pendapat dengan ceramah dan pendapat yang lain.
Dari penelusuran itu saya mendapati dua ceramah yang mungkin menimbulkan kecurigaan itu. Atau tepatnya satu ceramah yang memang disampaikan di sebuah hajatan HTI di Riau 4 tahun lalu dan satu lagi jawaban singkat beliau terhadap sebuah pertanyaan tentang arti khilafah dalam sebuah sesi tanya jawab sekitar setahun yang lalu.
Setelah mendengarkan berbagai ceramah yang pernah beliau sampaikan di masa lalu, saya berkesimpulan sebagai berikut:
Pertama, seperti yang beliau sendiri sering sampaikan, Ustadz Abdul Somad bukanlah anggota, apalagi pengurus HTi. Kehadiran beliau di acara HTI Riau 4 tahun silam itu sebagai undangan dalam kapasitasnya sebagai seorang ustadz dan ulama.
Kedua, selain itu, sebagaimana di masa lalu banyak ulama dan ustadz yang pernah diundang di acara HTI, kehadiran beliau di acara HTI itu juga tidak melanggar apa-apa. Karena saat itu (4 tahun lalu) HTI adalah sebuah organisasi massa yang diakui di negara Indonesia. Artinya beliau diundang oleh sebuah organisasi yang resmi terdaftar dan legal beroperasi di negara Indonesia.
Ketiga, perihal pendapat beliau mengenai khilafah, itu harusnya ditempatkan pada posisi “scholarly discourse” atau perdebatan di kalangan para ulama. Bahwa isu khilafah adalah isu yang diperdebatkan dan diperselisihkan di kalangan para ulama. Dan itu diakui oleh semua orang Islam yang tahu ajaran agamanya dengan baik. Pendapat mengenai khilafah ini ada di kalangan ulama-ulama nasional dan internasional. Tapi sekali lagi, itu adalah opini keulamaan yang memperkaya khazanah keilmuan dalam Islam.
Keempat, lalu apakah dengan pendangan tentang khilafah seperti itu dianggap bertentangan atau mengancam eksistensi NKRI? Sama sekali tidak. Beliau dalam berbagai ceramah yang jauh lebih banyak dan jelas menegaskan kecintaan dan loyalitasnya ke NKRI. Bahwa hiruk pikuk opini para ulama perihal khilafah tidak akan mengusik eksistensi NKRI yang sudah final, dengan Pancasila dan UUD 45 sebagai pijakan kehidupan nasionalnya.
Kelima, komitmen Ustadz Abdul Somad terhadap NKRI, Pancasila dan UUD, serta sistim politik pemerintahan yang dianut oleh negeri ini tidak diragukan lagi. Kita tahu bahwa mereka yang murni dalam ideologi khilafah alamiyah (global caliphate) ini “mengharamkan” partisipasi politik (pemilu), bahkan menganggapnya sistim kafir. Tapi Ustadz Abdul Somad justeru menganjurkan umat ini mengambil bahagian dalam proses demokrasi dan politik. Bahkan beliau menyerukan agar umat ini menjadi pemimpin bagi bangsa dan negaranya.
Keenam, saya menilai Ustadz Abdul Somad hanyalah orang jujur, apa adanya, pantang dipengaruhi dan dibentuk oleh pihak luar. Beliau orang kampung yang mendalami agama, dan insya Allah berhati bersih serta lapang dada. Dan karenanya dalam menyampaikan pendapat tidak berbasa basi, apalagi menutup-nutupi adanya opini yang berbeda tentang sebuah isu, bahkan walau tidak populer. Termasuk di dalamnya perdebatan sistim kenegaraan dalam Islam.
Ketujuh, lalu bagaimana dengan isu Syariah? Indonesia itu sangat banyak menjalankan Syariah Islam. Bahkan boleh jadi lebih syar’i dari banyak negara Muslim lainnya. Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah akidah tauhid dalam penafsiran Islam. Dan karenanya sila pertama itu adalah bagian syariah dalam keyakinan. UUD menjamin setiap pemeluk agama untuk meyakini dan menjalankan agamanya. Itu juga adalah syariah Islam. Maka umat Islam Indonesia sholat, puasa, zakat, haji, bahkan dalam urusan mu’amalat di mana-mana tumbuh bank-bank syariah. Lalu kenapa takut ketika orang Islam bersyariah, termasuk ketika Ustadz Abdul Somad mengajarkannya?
Kedelapan, oleh karenanya ketika orang ingin mengambil kesimpulan tentang Ustadz Abdul Somad hendaknya jangan hanya melalui satu atau dua dari ribuan ceramahnya. Sebagaimana beliau kerap kali sampaikan secara bercanda: “cukupkan pulsa sebelum dengarkan ceramahnya agar tidak sepotong-sepotong”.
Kasus Ustadz Abdul Somad ini mirip ketika sebagian orang mendengar wawancara saya di sebuah media tentang sebuah isu, apalagi secara parsial. Lalu mengambil kesimpulan tanpa mengimbangi dengan mendengarkan ceramah atau wawancara saya di tempat yang lain. Betapa sering saya divonis liberal, karena pendapat saya agar dalam memahami teks-teks agama diperlukan rasionalitas yang solid. Sebaliknya seringkali pula saya dituduh ekstrim karena pembelaan saya kepada idealisme keagamaan yang saya yakini.
Kesalahpahaman itu kerap terjadi karena mendengarkan ceramah atau wawancara secara sepotong-sepotong. Apalagi jika memang “mindset” yang mendengarkan itu sudah penuh kecurigaan dan kebencian. Kesimpulannya pasti akan mengikut kepada warna otak yang telah terbentuk duluan.
Kesembilan, mengenai silap kata, menyinggung dengan kata-kata, tentu pertama beliau adalah manusia biasa dan pasti ada khilaf dan salah. Tapi jangan pula lupa bahwa dalam diri beliau ada sisi komedi yang sebagaimana komedian lainnya biasa menyinggung untuk tujuan yang baik. Tapi kalau itu dianggap menyinggung, kurang sensitif, ambil hikmah dan pelajaran darinya. Intinya adalah “who the hell is perfect”? Emangnya siapa yang sempurna?
Penulis: Imam Shamsi Ali