[PORTAL-ISLAM.ID] Tagar #hoaxmembangun tengah menjadi pembicaraan hangat di dunia maya. Lalu aku teringat dengan janji-janji manis, si dia.
Hoax membangun sama seperti; disuruh minum susu sama mamak—katanya susu itu baik untuk pertumbuhan, tapi nyatanya kalau mamak dan papah pendek, anakmu juga tetap pendek, tak akan tumbuh.
Kembali ke janji-janji manis si dia—seperti “percaya deh kamu satu-satunya untukku” cih, itu contoh hoax, dan membangun. Membangun kasihmu dan cintamu kepadanya. Lalu setelah kamu bangun cintamu, ditinggallah kamu olehnya, bagaimana? Enak? Makanya jangan bodoh.
Begitu pula dengan tagar #hoaxmembangun, yang pada akhirnya menjadi bahan meme netizen, bullyan di media sosial, dan bercandaan. Jangan bodoh. Hoax tetap saja hoax, ujung-ujungnya akan tetap menjadi berita burung.
Istilahnya seperti “sebarkanlah hoax asal membangun”, “sebarkanlah kebohongan asal membangun” akan lebih baik bila, menyampaikan sesuatu tanpa kebohongan. Iya, kan?
Janji-janji para calon pemimpinpun—rata-rata, kebohongan yang membangun, kok. Rakyat sih manggut-manggut aja, seperti sudah terbiasa dibohongi. Paling ujung-ujungnya bilang “namanya juga pemilu, janji-janji manis aja yang diomongin,” seperti sudah menjadi makanan selama kampanye.
Setelah terpilih dan tidak menepati janji, sudah merasa biasa dan menjadi hal wajar. Lalu bilang lagi, “iya kan dia cuma janji manis kampanye.”
Hoax membangun itu sakit, Mas. Seperti kamu memberikan harapan ternyata palsu. Seperti kamu membelikan dia tas gucci, ternyata kw 100. Seperti kamu berjanji tapi tidak ditepati.
Lebih baik, kita simpulkan bahwa hoax tetap tak membangun, karena yang membangun adalah kuli. Biarlah hoax tetap menjadi hoax.
Sumber: Kumparan