Oleh: Fahri Hamzah
(Wakil Ketua DPR)
~ Saya ingin membuat catatan tentang kenaikan harga beras sebentar lagi. Sebab ini pertanda bahwa klaim swasembada dan sukses kelola pangan sudah selesai. Mafia Import katanya sudah dihabisi...kok ada lagi? Kasian petani.... inilah Catatan Kenaikan #HargaBerasNaik
~ Perlahan tapi pasti, semenjak awal Januari 2018, harga beras di beberapa daerah di Indonesia mulai merangkak naik melewati batas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah, yakni 9.450/kg untuk jenis Medium dan 12.800/kg beras Premium.
~ Sementara fluktuasi harga antara Rp. 9.450-11.000 untuk Medium dan Rp. 12.800-13.000 untuk Premium. Tentu ini menciptakan ketidakpastian sekaligus beban bagi rakyat produsen maupun konsumen.
~ Dan dalam beberapa hari ini kita kembali disuguhkan tidak kompaknya para pembantu Presiden Jokowi. Terutama Menteri Pertanian Amran yang mengklaim pasokan aman dan Menteri Perdagangan yang khawatir dengan kenaikan harga akibat pasokan berkurang.
~ Lemahnya koordinasi para Menteri terkait nampak dalam menjalankan kebijakan produksi dan distribusi beras. Padahal Dua hal tersebut pada hakikatnya tidak bisa ditangani secara parsial. Dengan kata lain diperlukan skenario untuk menghadapi tekanan produksi maupun distribusi.
~ Jadi kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) seperti yang tertuang dalam Permendag 57/2017 tentang Penetapan HET Beras & Permentan 31/2017 tentang Kelas Mutu Beras sebagai pricing strategi harus dipahami sebagai keputusan menentukan harga awal.
~ Hal ini untuk melakukan penetrasi pasar cepat dan membangun loyalitas dan kepercayaan konsumen. Sehingga kedua kebijakan tsb diharapkan mampu mengontrol pasokan dan harga. Untuk merealisaikannya butuh koordinasi yang kuat diantara Mentan dan Mendag.
~ Kurang berperannya HET dalam mengontrol harga dan menjamin pasokan harus dievaluasi, dimana titik lemahnya juga secara komprehensif terhadap pelaksanaanya. Termasuk ditegakkannya punishment pada pihak yang menerapkan kebijakan HET. Karena ini terkait urusan perut seluruh rakyat.
~ Selama ini kita dininabobokan dengan keberadaan data perberasan, sekarang kita baru menyadari bahwa ada data yang tidak sinkron dengan kenyataan. Pemerintah selalu mengklaim stok beras cukup utk beberapa bulan kedepan, namun faktanya harga beras naik. Siapa yang mau ambil tanggung jawab?
~ Kita juga dikejutkan pada saat para pembantu Presiden masih sibuk mencari penyebab kenaikan harga beras...tiba-tiba saja tanpa permisi muncul keinginan impor beras...lagi-lagi koordinasi alpa saat itu. Kemana Presiden dan Wapres...?
~ Pertanyaanya apakah dengan impor harga beras akan turun seketika. Atau ada pesanan...? Padahal Pemerintah juga sudah membentuk Satgas Pangan. Kemana mereka...? Kenapa kebijakan seperti ini berulang sepanjang masa? Menjelang pemilu?
~ Kenaikan harga beras pada awal Januari tahun 2018 telah menjadi awal yang buruk bagi Pemerintah yang akan memasuki tahun Politik. Belum hilang dalam ingatan, Pemerintah berjanji bahwa tidak akan terjadi gejolak harga. Mana janjinya sekarang?
~ Pemerintah juga menjamin bahwa stok beras aman dan kebijakan HET akan lebih melindungi konsumen dan para petani. Tapi Cara Pemerintah meredam gejolak harga beras hingga memutuskan harus Impor, terlihat kepanikan.
~ Kita khawatir justru kebijakan-kebijakan tsb akan menimbulkan panic buying seperti operasi pasar yang besar maupun kebijakan impor. Kejadian ini menjadi momentum bagi DPR dan Pemerintah utk menata kembali kebijakan yang harus diakui keliru.
~ Pemerintah harus berbesar hati untuk mengakui bahwa kenaikan harga beras awal Januari tahun 2018 ini bukan semata karena faktor supply & demand atau faktor cuaca, tapi mal praktik kebijakan. Katanya tidak ada #MafiaImport tapi kok mafia lagi?
~ Jika memang produksi besar tidak mencukupi ya harus diakui. Lalu evaluasi dan perbaiki faktor-faktor produksi beras yang selama selama ini terabaikan. Dalam teori faktor produksi, output beras nasional sangat ditentukan oleh faktor modal (lahan), tenaga kerja, teknologi.
~ Lihatlah bahwa lahan pertanian kita semakin menyempit dan terus dihimpit oleh pemukiman. Karena bisnis pertanian semakin tidak menguntungkan. Tenaga kerja dibayar murah, bahkan upah rill buruh tani terus merosot. Masalah yang kompleks jangan dianggap gampang.
~ Harusnya pemerintah hadir memberi insentif, subsidi ditambah bukan cuma otak atik subsidi saja dengan dalih tak tepat sasaran dll. Ingat petani negara-negara Eropa itu disubsidi pemerintah sampai 2 dollar perhari. Ini soal membangun ketahanan pangan.
~ Di negara kita yang basis ekonominya jelas berideologi kerakyatan ini, kita ga usah sok-sokan liberal dengan mengutak atik dan mencabut subsidi untuk petani. Petani harus diberdayakan. Petani harus dimodernisasi alat-alat produksinya.
~ Jika masalah di sisi distribusi yang mengakibatkan cadangan besar kita tidak cukup. Bulog juga harus dievaluasi. Tugas Bulog adalah menyerap beras hasil petani, tugas ini lebih kompleks dibanding impor.
~ Tapi selain tugas mengamankan stok, Bulog juga kepanjangan negara untuk menstabilkan harga. Melindungi petani dari pemburu rente. Bulang jangan jadi pemain yang dipakai oleh kaum kapitalis untuk berburu rente.
~ Oleh sebab itu, pihak-pihak yang tidak menjalankan Tupoksinya dalam mengamankan produksi beras, salah menata distribusi beras dan salah menerapkan HET mesti bertangguangjawab. Ada nasib jutaan petani, nasib pangan utama seluruh rakyat yang dipertaruhkan...
~ Mari kita hentikan omong kosong,
Mari kita mulai kerja nyata...
Kerja...
Kerja...
Kerja...
__
Sumber: dari twit @Fahrihamzah, Sabtu, 13 Januari 2018