[PORTAL-ISLAM.ID] Kemunculan nama Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, sebagai "top player" di media sosial tidak mengejutkan bagi para pengguna internet jika melihat sisi interaksinya.
Praktisi media digital, Budi Putra, menjelaskan bahwa Fahri Hamzah makin menjadi pemicu pembicaraan di media sosial yang dihuni banyak generasi millenial selama dua tahun terakhir.
Lembaga riset Tagih Janji merilis hasil penelitiannya tentang pejabat politik paling interaktif di Twitter pada 14 Januari lalu. Selama paruh terakhir tahun 2017, Tagih Janji memantau 1000 akun Twitter pejabat tinggi negara dan kepala daerah di Indonesia, meski hanya 127 akun yang mampu tertangkap dalam "radar" riset.
Hasilnya, Ridwan Kamil (Walikota Bandung) ada di peringkat pertama, disusul Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), kemudian Bima Arya (Walikota Bogor), lalu Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR) di posisi empat.
Hasil riset Tagih Janji seolah memperkuat hasil riset lembag survei Radian (Radar Media Nasional) pada bulan September 2017, yang menempatkan Fahri Hamzah sebagai "politisi Senayan" yang paling berpengaruh di media online dan media sosial.
Selain itu, khusus di Twitter, Fahri Hamzah pada awal Desember 2017 juga mencatatkan diri sebagai tokoh nasional paling diperbincangkan nomor 4, berdasarkan riset resmi TwitterID.
Kemudian, pada akhir Desember 2017, giliran Indonesia Indicator memosisikan Fahri Hamzah sebagai politisi nasional paling vokal di semua platform digital.
Budi Putra yang merupakan analis media digital dan mantan Editor in Chief Yahoo Indonesia mengatakan bahwa karakter atau "personality" sebuah akun media sosial akan menentukan daya pengaruh.
"Akun medsos pejabat publik dan politisi itu tujuannya jelas yakni membangun pengaruh melalui dunia maya. Akun yang mampu bercakap-cakap dengan publik, bukan hanya 'hit and run' atau posting lalu pergi, tentu akan punya tempat secara emosional bagi publik dan followers," kata Budi mengomentari akun Fahri Hamzah.
Budi juga menekankan perlunya strategi komunikasi yang baik dalam mengoperasikan media sosial untuk kepentingan politik.
"Perlu strategi, tim yang kuat dan juga perlu waktu cukup untuk membangun kredibilitas akun politisi. Artinya tidak boleh dikelola asal-asalan," tutup Budi. [RMOL]