[PORTAL-ISLAM.ID] Anies melakukan groundbreaking rumah DP 0 rupiah. Haters kaget. Mata mereka nyaris copot dari soketnya. Jittery. Menggigil. Tremor seantero badan. Mereka butuh obat antidepresan.
Haters ngga percaya Anies-Sandi benar-benar realisasi program itu.
Dengan pedih, haters merilis caci-maki. Ibarat cyborg, mereka diprogram membantai elektabilitas Anies-Sandi.
Haters ngga percaya ada politisi tepati janji. Bos-bos para haters itu semuanya mengadopsi dictum Niccolo Machiavelli, "The promise given was a necessity of the past: the word broken is a necessity of the present".
Obral seribu janji di masa kampanye. Begitu menang pilkada, ngga ada satu pun yang direalisasi. That's the nature of their bosses. Tukang ngibul.
Tapi alas, Anies-Sandi ngga kaya gitu. Karena itu, haters extremely shocked. Mereka semakin marah. Belum kering luka kalah pilkada, kini berdarah lagi.
Dengan sisa-sisa air mata, setelah minum Sanax dosis tinggi, haters berusaha menganulir fakta dengan pelintiran kabar.
Mestinya, sejak dulu kepala mereka di-lobotomi. Sehingga halusinasi mereka bisa diatasi. Tapi, mereka ngga mau. Madness is their middle names.
Tiba-tiba, sebuah leaflet gelap biaya akad 20 juta beredar di sosial-media. Anies-Sandi dituduh bohong. Syahdan, that's a hoax. Pasti product engineering para haters.
Nyatanya, skema cicilan belum dirilis. Baru groundbreaking. Masih diolah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Ada lagi haters frustasi nyatakan itu rumah vertikal. Sekelas Rusunami. Bukan rumah tapak. Busa kental mulai menghiasi area sekitar bibir mereka.
Haters nyaris mati berdiri ketika Anies-Sandi punya rencana bikin rumah tapak DP 0 rupiah di Rorotan. Sejumlah developer siap berpartisipasi.
Sambil meraung dan jambak rambut sendiri, mereka teriak skema rumah DP 0 rupiah buat middle class.
"Anies-Sandi bohong, ngga berpihak kepada wong cilik," cibir mereka dengan galak.
Nyatanya, Anies bilang hunian Klapa Villege untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)
Sedangkan fragile middle class berpenghasilan minimal 20 dolar sehari x kurs 13.300 rupiah = 266 ribu. Bila dikali sebulan berarti 7,9 juta. Income sebesar itu baru masuk kategori fragile middle class. Bukan kelas menengah sungguhan.
Rumah DP 0 rupiah punya syarat income di bawah 7 juta. Skema cicilannya 1,5 juta sampai 2,6 juta per bulan. Bisa lebih kecil bila ambil kredit 15 tahun.
Skema pembiayaan program Rumah DP 0 rupiah menggunakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) BLUD. Tujuannya meringankan beban cicilan. FLPP menerapkan suku bunga 5% dengan jangka waktu kredit sampai 20 tahun.
Skema kredit ini dibully melanggar Permendagri No. 13/2006. Lantas dibanding-bandingkan dengan program rumah 1% Presiden Joko.
Dikatakan, cicilan program rumah subsidi Presiden Joko sebesar 825 ribu sampai 1,1 juta per bulan selama 10 tahun. Sekali pun downpayment dibayar di muka, haters pelintir itu tetap lebih murah dari skema Rumah DP 0 rupiah Anies-Sandi.
Ini metode half-truth. Si frustasi ngga sebut di mana lokasi rumah 1%. Ternyata di luar Jakarta. Jelas lebih murah. NJOP Jakarta di atas daerah-daerah seperti Sukabumi atau di Borneo.
Bagi banyak orang, Rumah DP 0 rupiah dirasa lebih membantu daripada adanya DP 10 juta. Anies-Sandi tetap lebih baik bila dibanding gubernur cowboy yang punya hobi seenaknya gusur warga.
THE END
Penulis: Zeng Wei Jian, aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KOMTAK )
Terima kasih untuk warga yang memberikan laporannya terkait permasalahan cicilan hunian yang kebetulan lokasinya bersebelahan persis dengan lahan rumah DP nol rupiah. pic.twitter.com/CEY753MWby— Sandiaga S. Uno (@sandiuno) January 22, 2018