"Anies Baswedan: Kapasitas Surplus Menuju Kursi Presiden"
By Asyari Usman*
(Wartawan Senior Eks BBC Internasional)
Adegan “pengeroyokan” terhadap Anies Baswedan di arena politik tingkat DKI, sangat diperlukan oleh Pak Gubernur. Diperlukan untuk memperkuat bekal beliau menuju jenjang mandat berikutnya dari rakyat. Yaitu, mandat sebagai Presiden RI.
Perpolitikan tingkat DKI bisa menyempurnakan proses penempaan yang akan mematangkan “presidential mentality” (mentalitas kepresidenan) beliau. Drama politik DKI dengan segala macam muslihat kotor yang ditunjukkan oleh para politisi oposisi dan para aktivis barisan sakit hati, bukannya membuat Anies lemah. Dia akan semakin kuat dan semakin “well-trained” (terlatih baik) untuk memangku jabatan Presiden.
Apakah ini berlebihan? In-sya Allah tidak. Sejak hari pertama memegang mandat sebagai gubernur DKI, Anies menunjukkan kapasitas yang surplus (surplus capacity). Kalau dipersentasekan, maka kemampuan yang dimiliki Anies untuk menjalankan tugas kegubernuran, jauh di atas kemampuan gabungan para politisi oposisi di tingkat Jakarta. Tak perlu lama-lama Anies mematangkan mentalitasnya dalam menghadapi politisi-politisi Jakarta yang setiap hari datang ke DPRD dengan misi untuk menjegal beliau.
Itulah “surplus capacity”. Kapasitas surplus.
Sebagai contoh, reaksi beliau terhadap temuan tentang ketidakcocokan atau keanehan ribuan item APBD, dia tunjukkan dengan cara yang sangat elegan. Beliau jawab dengan santai: bahwa beliau berterima kasih atas “pengawasan massal” yang dilakukan oleh banyak orang. Beliau selalu melihat semua hal dengan positif. Pantas diberikan salut untuk “positivisme” Pak Anies.
Dan memang betul sekali bahwa keberadaan “pengawasan massal” itu sangat bagus bagi Anies. Bagus untuk menyiapkan dirinnya menjadi Presiden; Presiden yang harus kita awasi bersama-sama dengan ketat agar beliau kelak tidak menyalahgunakan kekuasaan.
Pilpres 2019 adalah saat yang tepat bagi Anies Baswedan. Beliau, in-sya Allah, akan sangat matang untuk mengemban mandat sebagai Presiden. Sebaliknya, kita jangan sampai menjadi orang yang “mubazir”, menyia-nyiakan “surplus capacity” yang dimiliki Anies. Indonesia memerlukan kapasitas itu.
Dalam perjalanan menuju RI-1 itu, pastilah akan banyak sekali orang yang berusaha menyembunyikan atau, bahkan, meremehkan kapasitas yang dimiliki Anies. Tetapi, sebesar apa pun upaya mereka untuk mereduksi Pak Anies agar tidak menjadi kompetitor dalam Pilpres 2019, tidak akan pernah berhasil.
Sebab, “surplus capacity” yang dimiliki Pak Gubernur itu tidak lagi memerlukan upaya mengecilkannya supaya menjadi kecil, atau upaya membesarkannya agar menjadi besar. Kapasitas surplus itu tidak akan menciut dengan kampanye negatif. Juga tidak memerlukan iklan untuk menggelembungkannya. Kapasitas surplus itu ada dalam ramuan yang sangat natural, yang telah tertempa jauh sebelum beliau masuk ke gelanggang politik.
Hiruk-pikuk tingkat DKI, bagi Pak Anies, akan menambah pengalaman beliau dalam rangka menghadapi kemungkinan “hostile political environment” (lingkungan politik yang galak) ketika menduduki jabatan presiden, kelak.
Artinya, hiruk-pikuk politik Jakarta sangat diperlukan dan sangat berguna bagi Pak Anies untuk membangun “sistem navigasi” yang tepat sewaktu beliau, in-sya Allah, diberi mandat oleh rakyat lewat Pilpres 2019. Yaitu, saat ketika kita semua akan mendapatkan manfaat yang besar dari “surplus capacity” beliau.
Sekaranglah saatnya kita mulai melihat Pak Anies “beyond his current governorship job”. Mari kita lihat beliau “di luar jabatan gubernurnya saat ini”.
Kita perlu menyadarkan parpol-parpol agar “surplus capacity” itu tidak disia-siakan.
Sebagai penutup, perlu saya tegaskan bahwa tulisan ini bukan pesanan dari siapa pun juga. Saya tidak pernah kenal dengan Anies Baswedan. Juga tidak kenal dengan satu orang pun yang berada di lingkaran beliau.***
*Sumber: fb penulis