Oleh: Hasmi Bakhtiar
(Pengamat Internasional)
1. Dalam KTT OKI di Istanbul, negara-negara yang tergabung di dalamnya sepakat mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina dan meminta dunia internasional ikut mendukung. Pertanyaannya, apakah ini legal di mata hukum internasional?
Negara-Negara OKI Deklarasikan Yerusalem Timur Sebagai Ibukota Palestina
http://www.dw.com/id/negara-negara-oki-deklarasikan-yerusalem-timur-sebagai-ibukota-palestina/a-41770254
2. Kebetulan ada twit lewat di TL bilang, mengakui AlQuds sebagai ibukota Palestina sama saja melanggar hukum internasional seperti yang dilakukan Trump. Benarkah?
Mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota Palestina itu sama dg melanggar hukum internasional sebagaimana keputusan Trump deklarasikan Kota Suci itu sebagai ibukota Israel. Petinggi DPR RI masak nggak paham soal ini? Happy Monday all๐— unilubis (@unilubis) 18 Desember 2017
3. Sy ga bakal bicara AlQuds sebelum perampokan Sykes-Picot, karena kalau kita kaji ke belakang jelas sudah posisi AlQuds 100% milik bangsa Palestina.
4. Selama kurang lebih 400 tahun, Palestina berada di bawah naungan Khilafah Utsmaniyah. Setelah kekalahan Khilafah Utsmaniyah dalam Perang Dunia Pertama maka Palestina menjadi bagian dari "jatah" Inggris.
5. Resminya pada tahun 1922, Inggris memegang mandat di Palestina dan termasuk AlQuds di dalamnya, bahkan AlQuds menjadi pusat administrasi pemerintahan ketika itu.
6. Jadi dalam sejarahnya, AlQuds selalu menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dari Palestina. Jika hari ini Palestina dijajah maka AlQuds ikut terjajah, jika Palestina merdeka maka AlQuds ikut merdeka. Begitu kira-kira logikanya.
7. Kita loncat ke tahun 1947, mandat Inggris berakhir ditandai dengan keluarnya resolusi PBB nomor 181 yang memberikan 55% tanah Palestina kepada Israel dan Yerusalem berada di bawah kendali Internasional.
8. Dari sini banyak kalangan salah dalam memahami posisi AlQuds. Mereka beranggapan resolusi PBB 181 menjadikan AlQuds menjadi "daerah tanpa tuan".
9. Salah satu sebab berakhirnya (dicabut) mandat Inggris untuk Palestina adalah kegagalan Inggris mewujudkan perdamaian antara Palestina-Israel.
10. Adapun status kepemilikan bumi Palestina ketika mandat dipegang Inggris hanyalah "ditangguhkan", jadi "bukan pindah kepemilikan" dari Khilafah Utsmaniyah kepada Inggris dan dari Inggris kepada internasional (dalam hal ini PBB).
11. Status ditangguhkan ini bukan berarti bumi Palestina tanpa pemilik, tapi akan kembali kepada bangsa Palestina ketika kemerdekaan diraih.
12. Bahkan ketika Israel bergabung menjadi anggota PBB pada tahun 1949, PBB tidak mengakui semua wilayah yang dijajah Israel karena memang resolusi PBB 181 sebenarnya tidak sejalan dengan kemauan Israel apalagi Palestina.
13. Terkait pendudukan Israel di Yerusalem, hingga hari ini hukum internasional sama sekali tidak mengakui kepemilikan Israel atas Yerusalem Barat. Itu sebabnya negara asing tidak membuka kedutaan di sana.
14. Walau sejak 1948 Israel bisa disebut menguasai Yerusalem Barat, hanya secara hukum kekuasaan mereka adalah ilegal. Ada konsulat yang berdiri di sana, tapi lebih karena posisi kota tsb dan pendirian konsulat tsb tanpa izin Israel namun PBB.
15. Adapun Yerusalem Timur, sebelum perang 1967 di bawah otoritas Yordania, dan kekalahan bangsa Arab dalam perang 1967 tidak menjadikan Israel secara otomatis memiliki Yerusalem Timur.
16. Kenapa? Karena di dalam kaidah hukum internasional kepemilikan suatu wilayah dianggap ilegal jika dilakukan dengan cara kekerasan atau perang.
17. Jadi status Yerusalem Timur ikut ditangguhkan seperti status wilayah Palestina lainnya. Ini tertuang dalam resoslusi DK PBB nomor 242.
18. Dan yang harus diingat, status Yerusalem sebagai "corpus separatum" hingga saat ini masih belum disepakati oleh Israel maupun Palestina, itu sebabnya belum berkekuatan hukum namun lebih sekedar himbauan atau anjuran.
19. Jadi jika kembali melihat peta setelah resolusi PBB 181 dan diikuti pendudukan Israel di Yerusalem Barat dan Yordania di Yerusalem Timur, menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina sama sekali tidak melanggar hukum internasional.
20. Ok, sekarang ada yang masih ngotot kalau penafsiran saya di atas keliru dan tetap AlQuds berstatus "corpus separatum" dalam makna sesungguhnya dan Palestina gak punya hak mengakui AlQuds sebagai ibukota secara sepihak.
21. Ok. Lantas apakah mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina melanggar hukum internasional? Sekali lagi sy bilang sama sekali kaga. Kenapa?
22. Menjadikan AlQuds sebagai ibukota Palestina tidak mesti menguasai seluruh AlQuds secara penuh (jika masih ngotot dengan resolusi PBB 181). Bisa dengan cara kepemilikan bersama atau pembagian.
23. Dalam hal ini Berlin bisa dijadikan contoh kasus bahwa suatu negara tidak harus menguasai suatu kota secara penuh untuk menjadikannya sebagai ibukota.
24. Sebelum Jerman bersatu, ketika itu Berlin dikuasai oleh empat pihak: Uni Soviet, Amrik, Inggris dan Perancis.
25. Ketika Soviet mundur, Republik Demokratik Jerman (RDJ/Jerman Timur) menjadikan Berlin Timur sebagai ibukota. Tiga negara (Amrik, Inggris dan Perancis) tidak mengakui RDJ dan menganggap Berlin masih dikuasai bersama.
26. Dalam kondisi seperti itu perjuangan RDJ (Jerman Timur) terus berlanjut hingga akhirnya tiga negara tadi mengakui dan akhirnya memiliki hubungan diplomatik.
27. Kembali ke AlQuds, sebenarnya posisi Palestina lebih mudah karena resolusi PBB 181 itu baru sekedar pajangan di meja runding, belum berjalan dan berkekuatan hukum.
28. Ketika OKI menyerukan Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina justru sejalan dengan anjuran PBB dan sama sekali tidak melanggar hukum internasional.
29. Selain tidak memperuncing ke masalah sebelum perang 1948, juga PBB tidak mengakui pendudukan Israel di Yerusalem Timur pasca perang 1967. Jadi, sy rasa seruan OKI sudah sangat santun.
30. Memang, ketika melihat resolusi PBB 181 sekilas dan tanpa berpikir terlihat seruan OKI ini melanggar hukum, hanya ketika dikaji kesepakatan dan perjanjian setelah itu justru seruan OKI sangat santun dan terbuka untuk penyelesaian penjajahan terhadap Palestina ke depan. Sekian.