[PORTAL-ISLAM.ID] Kecelakaan tunggal yang terjadi pada Kamis mala, 16 November 2017 tidak tertutup kemungkinan merupakan bagian upaya buying time atau mengulur-ulur waktu yang dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto agar PN Jakarta Selatan secepatnya bersidang untuk gugatan praperadilan kedua.
Novanto melalui pengacaranya, Fredrich Yunadi mendaftarkan gugatan praperadilan terkait status tersangka Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 10 November 2017 lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Ya benar. Pengajuannya Rabu, 15 November 2017 dan sidang perdana tanggal 30 November 201u," ujar Kepala Hubungan Masyarakat PN Jaksel Made Sutisna, Kamis, 16 November 2017.
Tentu kita tidak lupa apa yang telah dilakukan Novanto saat pertama kali ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, 17 Juli 2017.
Novanto hanya perlu waktu 1 bulan untuk mendaftarkan gugatan praperadilan terkait status tersangka yang disandangnya ke PN Jakarta Selatan.
Selama proses berjalan, KPK berupaya memeriksa Novanto sebagai tersangka, namun Novanto mendadak masuk rumah sakit sehingga pemeriksaan bahkan mungkin penahanan terhadap Novanto batal dilakukan.
Buying time atau mengulur-ulur waktu ala Novanto dengan alasan sakit terbukti ampuh. Pasca putusan PN Jakarta Selatan tanggal 29 September yang menyatakan Novanto tidak bersalah dan bebas dari status tersangka, Novanto langsung sembuh.
Selain buying time sambil berharap menang di PN Jakarta Selatan lagi, faktor penentu lolos atau tidaknya Novanto dari KPK adalah lingkungan politik.
Pada waktu penetapan Novanto pertama kali sebagai tersangka, lingkungan politik Novanto masih terlalu kuat. Presiden sendiri waktu itu tidak bereaksi ataupun memberi komentar apapun.
Namun, saat penetapan Novanto sebagai tersangka untuk kedua kalinya, Presiden memberikan penyataan agar Novanto mengikuti proses hukum. Diakui, penyataan Presiden Jokowi itu masih bisa ditafsirkan macam-macam, tergantung kepentingan.
Tak hanya Presiden Jokowi, Wakil Presiden yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla pun menegaskan bahwa Partai Golkar perlu pemimpin baru. Bahkan, Aburizal Bakrie menyatakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) menjadi sebuah keharusan. Ditambah lagi dengan pernyataan Akbar Tanjung.
Dengan beberapa pernyatan dari tokoh-tokoh Golkar dan juga Presiden, bisa dikatakan bahwa lingkungan politik Novanto tak lagi kuat dan tidak mendukung full Novanto menghadapi KPK.
Penulis: Zul Sikumbang, Wartawan Senior