[PORTAL-ISLAM.ID] Instruksi tertulis Presiden Joko Widodo yang melarang para menteri dan kepala lembaga negara berselisih pendapat di ruang publik dinilai pengamat sebagai upaya perbaikan pola koordinasi yang mandek di antara pejabat pemerintahan.
Sejumlah bawahan presiden tercatat pernah saling adu argumen di ranah publik, mulai dari isu investasi di Blok Masela, proyek reklamasi di Teluk Jakarta, hingga pembelian senjata oleh kepolisian.
Di saat yang sama pula, Presiden Joko Widodo dilaporkan sudah berulang kali meminta agar anggota kabinetnya tidak membuat kegaduhan.
Analis komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menyebut bahwa intensitas perbedaan pendapat antara pejabat pemerintahan menyiratkan kekeliruan dalam koordinasi yang dijalankan Jokowi.
"Tidak adanya narasi tunggal menunjukkan koordinasi komunikasi yang tidak efektif," kata Gun Gun kepada BBC Indonesia.
Menurut Gun Gun, Jokowi wajar menindaklanjuti imbauan lisan yang tidak digubris dengan penerbitan Inpres No.7/2015 tentang pengambilan dan pengendalian kebijakan di tingkat kementerian dan lembaga pemerintah.
Apalagi, kata Gun Gun, Jokowi akan segera menghadapi tahun politik pada 2019, dengan pemilihan umum dan pemilihan presiden.
"Jelang tahun politik yang membutuhkan soliditas kabinet, istana harus selalu punya satu kebijakan utuh untuk disampaikan ke publik."
Dalam polemik pembelian senjata kaliber militer yang dilakukan kepolisian, September lalu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Kapolri Tito Karnavian sempat memaparkan duduk perkara versi mereka masing-masing ke khalayak umum lewat media.
Untuk mengakhiri persoalan itu, Menko Polhukam Wiranto menggelar rapat koordinasi khusus yang diikuti pejabat di sektor keamanan dan pertahanan.
Usai rapat awal Oktober lalu, Wiranto menyebut permasalahan itu telah dituntaskan dan Gatot, Tito, serta Ryamizard pun berhenti berbicara tentang pembelian senjata yang sempat mengundang prokontra tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Wuryanto, mengatakan setiap perwira tinggi di lembaganya akan mematuhi inpres yang diterbitkan Jokowi akhir pekan lalu itu.
"Inpres itu harus dipedomani sebagi petunjuk seluruh institusi dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan informasi. TNI otomatis menyesuaikan dengan instruksi tersebut," kata Wuryanto.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa, 7 November 2017 kemarin, membenarkan bahwa para bawahan presiden kerap tak menjalankan imbauan Jokowi untuk tidak berdebat di ruang publik.
"Sudah sering disampaikan dengan marah-marah oleh Pak Presiden. Saya juga kadang-kadang meminta dengan marah, kenapa Anda berbeda pendapat, kenapa terbuka persoalan itu. Tapi karena lisan tidak mempan, ya inpres sekalian," ucap Kalla.
Inpres No.7/2015 mengatur sejumlah poin kunci, antara lain, menteri dan kepala lembaga dilarang mempublikasikan pendapat sebelum satu kebijakan dibahas dan diputuskan.
Para pejabat tinggi pemerintahan juga diwajibkan melaporkan secara tertulis kebijakan strategis yang berdampak luas bagi masyarakat kepada menteri koordinator masing-masing.
Melalui inpres itu, Jokowi juga melibatkan sekretaris kabinet dalam penyusunan dan pembahasan kebijakan strategis atau lintas sektoral.
Jokowi tercatat pernah menerbitkan Inpres No.9/2015 tentang pengelolaan komunikasi publik namun tidak mengatur pola komunikasi antarpejabat selain kerja sama antara biro hubungan masyarakat di setiap lembaga pemerintah.
Melalui inpres tersebut, Jokowi memberikan kewenangan pada Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk membuat acuan tentang data yang hendak dipublikasikan dalam bentuk siaran pers atau advertorial.
Sebelum polemik senjata, perbedaan pendapat di lingkungan pemerintahan pernah terjadi antara Rizal Ramli dan Sudirman Said pada 2016. Kala itu Rizal masih menjabat Menko Kemaritiman dan Sudirman berstatus Menteri ESDM.
Polemik keduanya tentang investasi di Blok Masela di Maluku tidak hanya terungkap di berita-berita di media massa tapi juga sampai ke media sosial. Belakangan Jokowi memberhentikan Rizal dan Sudirman dari jabatan menteri.
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti juga sempat berbeda pendapat dengan Luhut Pandjaitan, yang ditunjuk sebagai Menko Kemaritiman untuk menggantikan Rizal Ramli.
Susi merekomendasikan penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta karena mengancam eksistensi nelayan dan merusak lingkungan namun Oktober lalu Luhut mencabut moratorium reklamasi dengan mengklaim proyek itu tak memiliki ekses negatif.
Sumber: BBC