[PORTAL-ISLAM.ID] Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan bahwa penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP bermuatan politik. Fahri bahkan menerima informasi bahwa Setnov, panggilan Setya Novanto, diajak bernegosiasi berkali-kali terkait itu.
"Saya mendengar langsung dari Setya Novanto juga. Setya Novanto itu diajak nego berkali-kali oleh pihak yang menetapkan dia tersangka," kata Fahri usai mengisi acara Pawai Kebangsaan Refleksi Hari Pahlawan di Hotel Grand Inna Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat malam, 10 November 2017.
Fahri merahasiakan apa yang dimaksud dengan kata 'nego' dari pernyataannya itu. Tetapi dari informasi itu, dia meyakini bahwa penetapan Setnov sebagai tersangka bermuatan politik. "Tetapi akan gagal karena KPK-nya enggak canggih. Tidak ada metode yang baru dalam menetapkan tersangka, dia (KPK) akan kalah," ujarnya.
Fahri menilai KPK dijadikan instrumen oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk kepentingan Pemilihan Umum 2019. Kekuatan politik 14,7 persen partai yang dipimpin Setnov, yakni Golkar, hendak direbut.
"Ini permainan untuk merebut kursi atau tiket Golkar pada Pemilu dan Pilpres 2019," ujar Fahri.
Untuk kedua kalinya, KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka korupsi e-KTP. Ketua Umum Golkar itu sempat lepas dari jeratan tersangka setelah menang praperadilan. KPK lalu mengeluarkan surat perintah penyidikan baru dan menetapkan Setnov tersangka lagi.
"SN (Setya Novanto) selaku anggota 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, Sugiharto dan kawan-kawan (dkk), diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, korporasi mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
Pihak Setnov tak tinggal diam. Dia melawan lagi. Kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, melaporkan sejumlah pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi ke Bareskrim Polri, dengan tuduhan melawan putusan pengadilan atas praperadilan yang dimenangkan Setnov beberapa waktu lalu.
Fredrich melaporkan pimpinan KPK dengan Pasal 414 dan 421 KUHPidana. "Di sini yang kami laporkan ada Agus Rahardjo, Aris Budiman, Saut Situmorang, Adam Manik," kata Fredirich usai melapor di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, 10 November 2017. (ase-VIVAnews)