[PORTAL-ISLAM.ID] Mas Ananda Sukarlan yang saya hormati, saya merupakan seorang dari sekian banyak pengagum Anda. Tak terlupakan betapa saya terpesona ketika saya memperoleh kehormatan dari Iravati Sudiarso untuk ikut menguji Anda pada ujian tahunan Yayasan Pendidikan Musik di mana Anda pada usia muda belia (sekitar 15-16 tahun) telah berani mempergelar La Campanella mahakarya Franz Liszt. Pada saat itu saya sudah merasakan bahwa Anda memiliki bibit, bobot, bakat untuk menjadi seorang pianis yang bagus. Saya merasa bangga bahwa perasaan saya dahulu itu ternyata kini telah menjadi kenyataan.
Walk Out
Terberitakan oleh Kompas.com 13 November 2017, Anda melakukan walk out ketika Gubernur Jakarta, Anies Baswedan menyampaikan kata sambutan pada acara peringatan 90 tahun Kolese Kanisius. Sebagai alasan, Anda menyinggung soal pidato Anies seusai dilantik sebagai Gubernur DKI yang menyinggung masalah pribumi dan non-pribumi. Seusai Anies berpidato dan meninggalkan ruangan, Anda kemudian kembali ke ruangan. Pada saat Anda memberikan sambutan terhadap penghargaan yang Anda dapatkan, Anda mengkritik panitia yang mengundang seseorang yang mendapatkan jabatannya dengan cara-cara dan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Kanisius.
Hak Asasi
Sepenuhnya saya sadar bahwa Anda berhak-asasi untuk melakukan walk-out terhadap sosok yang tidak Anda sukai. Namun saya tidak tahu apakah Anda telah benar-benar menyimak pidato Anies ketika dilantik menjadi Gubernur Jakarta yang telah menghebohkan itu.
Menurut saya kehebohan itu adalah -dengan meminjam judul sebuah mahakarya Shakespeare, MUCH ADO ABOUT NOTHING sebab kata pribumi hanya sekali digunakan Anies di dalam pidatonya dan sama sekal bukan dalam konteks SARA namun dalam konteks sejarah penjajahan Nusantara. Sementara Anies sama sekali TIDAK menggunakan istilah non-pribumi. Kebetulan saya mengenal Anies jauh sebelum Anies terpilih menjadi Gubernur Jakarta. Saya berani menjamin bahwa Anies bukan seorang penganut paham diskriminasi SARA.
Wajar
Kurang jelas apa yang Anda maksud dengan kalimat seseorang yang mendapatkan jabatannya dengan cara-cara dan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Kanisius. Namun setahu saya, Anies Baswedan mendapatkan jabatannya dengan cara-cara dan nilai-nilai sesuai dengan peraturan Pilkada yang berlaku pada tahun 2017. Apabila sekali lagi apabila yang dimaksud dengan ajaran Kanisius adalah ajaran tidak membenarkan diskriminasi SARA maka setahu saya pula, Anies Baswedan tidak membenarkan kampanye dirinya dengan isu SARA.
Memang terberitakan bahwa di masjid mau pun gereja pada masa Pilkada kerap terdengar kotbah yang menyarankan umat masing-masing memilih palon masing-masing sesuai selera sang pengkotbah. Seorang teman saya tidak memilih Anies akibat dia tidak seetnis dengan Anies. Banyak teman saya yang Nasrani memilih Ahok akibat percaya bahwa Ahok adalah utusan Jesus Kristus untuk memimpin kota Jakarta bahkan di kemudian hari bangsa Indonesia. Adalah wajar bahwa umat agama atau insan etnis tertentu memilih calon sesuai selera dan keyakinan masing-masing.
Bonus
Yang menyentuh lubuk sanubari saya adalah pernyataan Anies Baswedan kepada Detik.com 13 November 2017 "Saya menghormati perbedaan pandangan. Dan saya memberikan hak kepada siapa saja untuk mengungkapkan dengan caranya. Bagian saya adalah menyapa semua, mengayomi semua. Jadi itu tanggung jawab saya sebagai gubernur. Jadi saya akan menyapa semua mengayomi semua kalau kemudian ada reaksi negatif, ya itu bonus saja buat saya”.
Demikian penjelasan saya sebagai upaya meletakkan permasalahan pada porsi dan proporsi yang sebenarnya. Mohon dimaafkan apabila upaya saya tidak berkenan bagi Anda. Anggap saja sebagai suatu kemubaziran seseorang yang naif, dungu, sempit wawasan, serta dangkal tafsir maka tidak perlu dihiraukan. Saya sepaham dengan Anies Baswedan bahwa apabila kemudian ada reaksi negatif terhadap penjelasan saya ini maka saya anggap sebagai bonus buat saya.
Penulis: Jaya Suprana (Aktovis Tionghoa Katolik sekaligus pianis dan komponis yang karya-karyanya telah dipergelar di panggung mancanegara termasuk Esplanade Singapura, Sydney Opera House, Carnegie Hall, New York City