Pak Wiranto yth,
Kasus senjata standard TNI yang ilegal ini jangan disepeleken, karena ini terjadi sebagai akibat dari penerapan UU yang memang sudah salah kaprah dari sononya.
Jika oleh Pemerintah dan tidak diatasi maka peristiwa yang lebih besar dan lebih beresiko sangat bisa terjadi.
Mengapa?
1. Polisi ini oleh UU (atau karena niat polisi sendiri) telah ditugasi untuk mengambil oper segala bentuk operasi keamanan, pencurian, penipuan, preman, geng, narkotika dll s.d. separatis dan pemberontakan. Untuk itu mereka perlu perlengkapi tempur dengan unit Brimobnya yang perlu berkwalifikasi raiders/komando.
Ini adalah sebuah fungsi yang sangat-sangat ambisius.
2. Kita semua tahu bahwa polisi itu adalah aparat yang berfungsi untuk pemeliharaan Kamtibmas (Keamanan dan ketertiban masyarakat = keamanan masyarakat dan ketertiban masyarakat).
Tetapi politisi dan bahkan polisi sendiri dengan segala niat dan motifnya tidak mau tahu istilah ini, sehingga “keamanan” dalam istilah ‘kamtibmas’ diartikan sebagai Keamanan Negara. Padahal yang masuk dalam pengertian “keamanan masyarakat’ adalah segala bentuk gangguan keamanan dari yang soft sampai dengan yang hard, semisal geng-geng yang terorganize yang bersenjata. Tetapi tidak berarti semua bentuk perlawanan bersenjata menjadi tugas dan fungsi polisi.
Hal inilah yang menjadikan polisi langsung dibawah presiden, tidak ada Kementerian yang membinanya sehingga Binkuat dan Gunkuat (Pembinaan Kekuatan dan Penggunaan Kekuatan) langsung oleh presiden yang dalam implementasinya ya depend on (tergantung) Kapolri.
3. Apalagi polisi tetap menganggap sebagai kombatan sebagaimana saat bersama TNI dalam organisasi ABRI karena doktrin Sishankamsata menempatkannya seperti itu. Tetapi dengan dipisahnya dari TNI seharusnya bukan kombatan lagi karena ada resiko-resiko pengendalian. Ada 2 organisasi kombatan dengan peralatan yang sama-sama kombatan tetapi tidak dalam satu unity of command, ini riskan sekali. Kasus senjata-senjata standard militer yang ilegal, yang tidak melalui prosedur yang semestinya, yang tidak koordinatif adalah salah satu bentuk yang paling rendah resikonya. Resiko-resiko yang berat dapat saja terjadi setiap saat kerena ada singgungan-singgungan kepentingan dengan agenda-agenda politik tertentu. Oleh kerena itu jika polisi ingin sebagai kombatan maka ia harus berada dalam satu kendali komando. Sadar apa tidak inilah yang terjadi di wilayah-wilayah konflik di Suriah-Irak sehingga terdapat milisi bersenjata yang bisa didapat dari sumber-sumber Luar Negeri melalui cara-cara legal maupun ilegal.
4. Untuk itu mohon agar posisi dan fungsi polisi dalam rangka menyelenggarakan Kamtibmas dan Keamanan Negara bisa ditinjau ulang. Supaya polisi tidak mengambil oper seluruh bentuk gangguan keamanan Dalam Negeri dari yang soft s.d. yang hard, dari yang subtal s.d. yang brutal menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian polisi bisa lebih konsentrasi dalam profesinya sebagai salah satu sub sistem dari kekuasaan kehakiman yaitu aparat penegak hukum sekaligus sebagai penyelenggara pemeliharaan keamanan masyarakat dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Kemudian terhadap kasus senjata standard militer ilegal, dapatnya di investigasi ditindak secara tuntas. Jika tidak hal ini bisa menjadi preseden untuk waktu yang akan datang.
Trimakasih Pak Wiranto.
Salam hormat dari saya salah seorang warganegara
an. Soekarno
Mayjend TNI (purn) NRP 19353
__
Sumber: Link