[PORTAL-ISLAM.ID] Gubernur Papua Lukas Enembe diminta mewaspadai pihak-pihak berkepentingan yang akan memanfaatkan momentum Pemilihan Gubernur Papua 2018. Salah satunya diisukan akan dipasangkan dengan figur tertentu yang dipandang cocok.
Sebelumnya beredar kabar bahwa Lukas akan dipasangkan dengan Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw dalam pilgub. Bahkan beredar foto-foto pertemuan Lukas dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Paulus. Santer diisukan keduanya dipasangkan untuk mengamankan suara Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019.
Terbaru Kapolri Tito memastikan bahwa Paulus telah mengurungkan niatnya untuk ikut Pilgub Papua tahun depan.
"Kapolda Sumut yang untuk Papua dia tidak mau. Dia telah mutuskan tidak mau," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta.
Tokoh Papua Natalius Pigai mengaku setuju dengan pernyataan kapolri. Dia pun mengingatkan agar Lukas berhati-hati dengan manuver politik, khususnya langkah partai penguasa saat ini.
"Pak Lukas Enembe tetap waspada terhadap jebakan maut partai berkuasa, khususnya PDIP," kata Pigai kepada redaksi, Kamis malam, 12 Oktober 2017.
Dia menjelaskan, dalam sejarahnya, PDIP diduga sering merebut kekuasaan karena pandai menggulingkan orang-orang yang berkuasa secara demokratis. Pigai mencontohkan, pada 1996, Megawati Soekarnoputri menguasai PDI setelah menggulingkan kepemimpinan Suryadi. Tahun 2001 Megawati menjadi presiden setelah gulingkan Gus Dur, tahun 2017, Djarot Saiful Hidayat menjadi gubernur DKI setelah Ahok dibiarkan terguling.
"Saya menduga Lukas Enembe juga akan mengalami nasib yang sama atau terguling jika dipaksa pasangan dengan calon PDIP," beber Pigai.
Pigai yang juga maju di Pilgub Papua sebagai bakal calon gubernur memastikan diri tidak akan mendaftar maupun dipasangkan dengan calon dari PDIP.
"Untuk saya, jika Tuhan berkenan menjadi calon gubernur Papua 2018-2023 maka saya telah memastikan tidak akan berpasangan dengan calon dari PDIP. Saya juga tolak jika diminta pasangan dengan orang PDIP," bebernya.
Menurut Pigai, PDIP sebagai organisasi politik tidak mampu mengajarkan demokrasi melainkan destruktif terhadap sistem hukum dan demokrasi di Indonesia. Contoh terbaru adalah aksi penyerangan Kantor Kementerian Dalam Negeri yang diduga dilakukan pendukung calon bupati dari PDIP yang kalah di Mahkamah Konstitusi.
Hal itu terjadi lantaran Mendagri Tjahjo Kumolo yang notabene mantan sekjen PDIP tidak mampu bersikap tegas menyatakan pemenang secara legal dan meyakinkan bahwa calon PDIP kalah dalam Pilkada 2017 di beberapa kabupaten di Papua.
"Mana sikap mendagri. Apakah Pak Tjahjo mau melawan keputusan Mahkamah Konstitusi. Anda bekerja untuk negara dan bangsa atau bekerja untuk golongan dan kelompok tertentu. Jangan beralibi lemparkan kesalahan ke orang Papua atau karena pilkada. Tidak ada kaitan dengan pilkada Papua. Jadilah negarawan yang baik dan benar," tegas Pigai yang juga masih menjabat komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).