Oleh: Agung Wicaksono
(Direktur MRT Jakarta)
Sesungguhnya, beginilah Anies Baswedan mengawali hari pertamanya sebagai Gubernur DKI Jakarta - memimpin Rapat dengan seluruh pimpinan SKPD dan BUMD di Pemprov DKI Jakarta.
Meski saya terlambat hadir karena menyusul datang dengan pesawat yang paling pagi dari Solo, namun saya sempat menangkap 5 pesan utama yang disampaikannya dalam pidato menutup rapat hari ini:
1. Gubernur datang dengan membawa janji, yang merupakan mandat yang diberikan oleh warga Jakarta untuk dilaksanakan. Ke 23 janji Anies-Sandi tersebut agar dipelajari oleh segenap jajaran untuk bersama-sama direalisasikan.
2. Laksanakan tugas dengan penuh integritas.
3. Laporkan capaian kinerja dengan hasil yang terukur
4. Hubungan kerja agar dilakukan dengan profesional. Tidak ada gratifikasi. Tidak ada bisik-bisik informasi lewat istri. Istri Gubernur dan Wagub hanya dalam kapasitas sebagai penggerak PKK.
5. Terakhir, berpihaklah kepada yang lemah dalam melayani masyarakat. Kalau yang lemah terlayani dengan baik, maka tentu yang kuat juga terjangkau. Contohnya kaum disabilitas, pastikan layanan publik ramah kepada mereka.
Begitu kurang lebihnya Pidato Arahan Kinerja yang saya ingat disampaikannya, di samping 3 point kunci yang disampaikan Wagub Sandiaga Uno sebelumnya (Asian Games dan trotoar harus baik, laporan keuangan tidak boleh WDP, dan laporan kinerja agar menggunakan big data analytics lewat Smart City). Sebuah hari yang penuh dengan nuansa kinerja. Persis seperti yang selalu diingatkan Presidennya untuk "kerja, kerja, kerja."
Tidak ada soal "Pribumi", tidak ada soal perdebatan yang tak perlu. Sayangnya memang, kata itulah yang mewarnai perdebatan di masyarakat pada hari pertama kerjanya. Menjadi catatan penting bahwa sudah saatnya untuk fokus pada hal yang esensial demi kemajuan, lupakan dan tinggalkan kontroversi yang membawa kegaduhan. Tak perlu ragu untuk sampaikan, bahwa yang sebelumnya tertangkap soal "pribumi" adalah kesalahpahaman, jika memang demikian. Dan saatnya meredefinisikan pribumi untuk konteks masa pembangunan, tak perlu lagi bicara soal masa penjajahan.
Bangsa ini, juga tentunya kota ini, butuh solidaritas baru -tanpa mempedulikan asal-muasal dan darah keturunan- agar betul-betul "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" tak jadi sekedar slogan.
Jangan karena pribumi setitik, rusak kinerja bangsa sebelanga. Karena sesungguhnya, seluruh isi belanga itulah pribumi.
Selasa, 17 Oktober 2017
__
Sumber: dari fb Agung Wicaksono