Oleh: Slamet, SH
(Advokat di Slamet & Co. Law Firm)
Salah satu klien kantor saya adalah sebuah perusahaan PMA asal Amerika. Perusahaan ini bermasalah dengan salah satu karyawannya yang diduga melakukan bribery (penyuapan). Perusahaan induknya di AS meradang, takut setengah mati, karena ancaman terhadap pelaku kejahatan korupsi di negeri paman sam ini bukan main-main.
Begitu manajemen mendengar adanya fraud (bribery) yang dilakukan karyawannya, sikap perusahaan tegas, pecat. Sedemikian serius mereka menjaga integritas bisnisnya. Padahal usaha dan pelanggaran yang dilakukan karyawannya jauh di negeri orang.
Kongres Amerika pada tahun 1977 mengeluarkan Foreign Corrupt Practises Act (FCPA) yang bertujuan untuk memastikan: (i) perilaku bisnis yang fair, (ii) akuntanbilitas dan integritas di pemerintahan, dan (iii) distribusi sumber daya ekonomi berbasis efisiensi dan kesetaraan
Terhadap pelaku kejahatan korupsi, FCPA dapat memberikan sanksi pidana dan perdata atas penyuapan yang dilakukan oleh perusahaan/warga negara Amerika kepada pegawai/pejabat asing. Bahkan bagi perusahaan yang melanggar, FCPA dapat mengenakan denda hingga 2 juta dolar atau 2 kali nilai laba perusahaan. Sedangkan bagi perseorangan, FCPA dapat mengenakan denda 100 ribu dolar dan hukuman penjara sampai 5 tahun.
Korupsi bukan hanya jadi persoalan di Indonesia, Amerika pun punya masalah yang sama dan sedang memburu pelaku kejahatan korupsi. Termasuk korupsi yang dilakukan oleh perusahaan.
FCPA membedakan antara “bribery (penyuapan)” dan “facilitation or grease payments (uang pelicin)”. Bribery atau penyuapan dilarang, sedangkan facilitation or grease payments/uang pelicin dibolehkan. Perbedaannya adalah, uang pelicin diberikan kepada pegawai/pejabat asing untuk mempercepat pelayanan yang memang sudah menjadi hak dari pihak pemberi. Sementara kalau penyuapan, adalah pemberian untuk sesuatu yang sebenarnya pihak pemberi tidak berhak mendapatkannya. Sama persis ketika saya pernah bertanya kepada seorang ustadz perihal boleh tidaknya kita memberi uang pelicin atau memberi hadiah kepada pejabat…, ternyata masih debateble.
Dalam konteks hukum anti korupsi di Indonesia, tidak dibedakan antara suap, pelicin atau hadiah. Semua termasuk kategori korupsi.
Sama-sama memiliki aturan tentang anti korupsi, apa yang membedakan Amerika dan Indonesia? Bedanya adalah Indonesa punya lembaga superbody KPK sedangkan Amerika tidak ada lembaga seperti KPK.
David Hoffman, perwakilan Kedutaan Besar Amerika dan sebagai Indonesia Director of Democracy, Right, and Governance Office di hadapan peserta Konvensi Antikorupsi Pemuda Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6/2016) mengatakan, “Di Amerika, korupsi masih menjadi satu masalah yang paling diburu. Di Indonesia, sering saya ditanya apakah di Amerika ada atau tidak KPK. Tidak ada.”
Bagaimana pemberantasan korupsi di Amerika? Ternyata banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta yang konsen terhadap issu pemberantasan korupsi. “Ada ratusan badan pemerintah baik pemerintah maupun masyarakat sipil yang bertanggung jawab pada perang melawan korupsi,” kata David.
Kalau di Indonesia, ada pameo bahwa korupsi adalah semata-mata urusan KPK karena selain KPK adalah lembaga yang korup. Sedih!
__
Sumber: Radar Nusa