[PORTAL-ISLAM.ID] Ada dua berita menarik yang dimuat oleh portal berita TeropongSenayan.com pada hari yang sama, 30 September 2017. Berita yang pertama berbunyi seperti ini:
=====
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan kabar pengiriman senjata yang ditujukan untuk Brimob tidak benar atau hoax.
"Sumbernya enggak jelas dan yang saya dapat ini," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu, 30 September 2017 Rikwanto mengirimkan gambar dengan tulisan hoax yang menimpanya.
=====
Pada hari yang sama, petinggi lain bidang humas Polri membenarkan adanya impor senjata yang dikatakan hoax oleh Brigjen Rikwanto (sumbernya TeropongSenayan.Com juga):
=====
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengakui ratusan senjata berat standar militer impor yang saat ini berada di Bandara Sokarnoe-Hatta memang ditujukan untuk institusinya.
“Barang yang ada dalam Bandara Soetta yang dinyatakan dimaksud rekan-rekan senjata adalah betul milik Polri dan barang yang sah," ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).
Link: Akhirnya, Polisi Akui Impor Senjata Berat Standar Militer
=====
Apakah penting membicarakan disparitas informasi ini? Tergantung cara Anda melihatnya. Dalam konteks yang umum, disparitas yang sangat kontras ini memunculkan pertanyaan besar. Mengapa bisa bertolak belakang dari dua pejabat yang berada di lingkungan yang sama, berjarak sebentar saja?
Tetapi, kalau mau dilihat sebagai kejadian yang sepele, boleh juga. Bisa saja dianggap keteledoran biasa.
Akan tetapi, saya pribadi melihat adegan “bantah-akui” ini menyimpan tanda tanya besar. Boleh jadi, semula Polri memutuskan untuk mengambil “garis Rikwanto”. Namun, perkembangan yang begitu fluid (cair) membuat Mabes mendadak putar haluan dan mengambil “garis Setyo Wasisto”. Artinya, Mabes tidak mungkin lagi mengatakan impor senjata itu sebagai “berita hoax”.
Di tengah cuaca yang gerah sekarang ini, menyatakan suatu informasi sebagai “berita hoax” adalah jalan pintas yang paling manjur untuk membungkam para pemburu berita. Mereka pasti tak berani menurunkan satu laporan kalau petinggi kepolisian mengatakan berita itu “hoax”.
Dalam drama “bantah-akui” ini, Polri jelas kehilangan kredibilitas. Sekaligus, terungkap pula bahwa Polisi tampaknya merasa perlu menyembunyikan pembelian senjata yang sekarang diakui terus terang sebagai pesanan Polri c.q. Brimob itu.
Polisi mengatakan bahwa pembelian sesuai dengan prosedur dan seratus persen legal. Bahkan, dikatakan pula bahwa pembelian ini merupakan yang ketiga kalinya.
Yang membuat kita heran, kalau semua berjalan sesuai ketentuan, mengapa Polisi harus “gugup” menjelaskannya kepada masyarakat? Sampai-sampai Brigjen Rikwanto mengatakan berita itu “hoax”, tetapi kemudian diakui “bukan hoax” oleh Irjen Setyo Wasisto?
Dugaan baik kita adalah bahwa Polisi tidak mau aktivitas kepemilikan senjata mereka diketahui oleh umum. Kalau dugaan ini benar, tentu bisa kita pahami. Memang ada baiknya kekuatan persenjataan sebuah lembaga pertahanan dan keamanan tidak diketahui oleh publik.
Dugaan lainnya adalah, Polri tidak ingin kedatangan senjata yang dikatakan “tidak diperlukan oleh kepolisian” itu, memarakkan kembali kontroversi “impor senjata ilegal” yang disinggung oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam acara silaturahmi dengan para senior militer di Cilangkap, 22 September 2017.
Selain di TeropongSenayan, ucapan Pak Rikawanto yang menyebutkan impor senjata itu sebagai “berita hoax” juga dimuat oleh Republika Online tetapi ketika judul beritanya diklik, halamannya tidak terbuka.
Penulis: Asyari Usman (Ex Wartawan BBC)