[PORTAL-ISLAM.ID] Akhirnya pemerintah merestui penurunan target penyelesaian proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW).
Pembangunan infrastruktur listrik sudah seharusnya disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi di samping menjaga kondisi keuangan PT PLN (Persero).
”Target itu harus dihitung berdasarkan kebutuhan sesuai dengan pertumbuhan ekonomi. Kalau ternyata setelah dihitung- hitung terlalu over akan membebani PLN,” ujar Jokowi saat meresmikan proyek-proyek infrastruktur kelistrikan PLTU Jawa 7 di Serang, Banten, Kamis, 5 Oktober 2017.
Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir beserta jajaran direksi PLN.
Proyek-proyek yang diresmikan tersebut terdiri atas pembangunan terminal batu bara dengan kapasitas 20 juta ton, groundbreaking pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Jawa 7, 9, dan 10 serta peresmian PLTU Banten kapasitas 660 MW. Total kapasitas infrastruktur tersebut sebesar 4.660 MW dengan simulasi mampu mengaliri listrik 4,6 juta rumah tangga. Program pembangkit listrik 35.000 MW sebelumnya dibuat dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7% per tahun. Namun saat ini realisasinya hanya di kisaran 5% sehingga target 35.000 MW hingga 2019 harus disesuaikan.
Menurut Jokowi, kebutuhan listrik sampai 2019 akan terus mengalami peningkatan, walaupun jika dihitung tidak sampai 35.000 MW. Presiden tetap ingin penyediaan listrik terus ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan listrik nasional.
”Dengan demikian, seluruh provinsi dari Sabang sampai Merauke semuanya teraliri listrik karena listriknya cukup,” kata Presiden.
Jokowi juga mengapresiasi kinerja PLN terkait perkembangan kondisi kelistrikan di Tanah Air saat ini. Menurut dia, tiga tahun lalu, setiap melakukan kunjungan ke daerah, masyarakat selalu mengeluhkan kurangnya listrik. Namun saat ini, keluhan tersebut sudah tidak terdengar lagi.
”Setiap saya pergi ke provinsi, baik ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, maupun Papua. Keluhannya sama, yaitu listriknya kurang, masih byar pet. Keluhannya itu terus. Ke provinsi ada keluhannya itu, ke kabupaten/ kota juga keluhannya sama, listriknya kurang. Tetapi setelah tiga tahun, tahun ini saya mutermuter lagi, saya tidak mendengar lagi suara itu. Artinya, kerja ngebut yang telah dilakukan PLN itu sudah mulai dirasakan masyarakat,” tuturnya.
Meski begitu, Presiden Jokowi meminta PLN lebih efisien supaya harga listrik menjadi lebih murah dan terjangkau bagi masyarakat. Pada kesempatan yang sama, Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan bahwa PLTU Jawa 7 memiliki tarif paling murah, yaitu USD4,2122 sen per kwh sehingga dipastikan tarif listriknya terjangkau masyarakat. Selain itu, proyek tersebut juga diperkirakan selesai lebih cepat dari waktu yang ditetapkan. Dari estimasiCommercialOperation Date (COD) yang seharusnya April dan Oktober 2020, bisa maju sampai akhir 2019.
”Pembangkit PLTU Jawa 7 dibangun dengan tarif yang sampai hari ini paling murah. Ini jadi landmark tarif listrik agar harga listrik kepada masyarakat bisa terjangkau,” kata Jonan.
Terkait pembangunan terminal batu bara dengan kapasitas 20 juta ton per tahun. Jonan mengatakan, terminal batu bara tersebut akan menghemat transportation cost atau logistic cost pasok batu bara sebesar 50%, khususnya untuk PLTU Suralaya. Diharapkan biaya operasional PLN dapat lebih efisien.
”Mudah-mudahan biaya operasional PLN lebih rendah lagi karena Bapak Presiden juga berkomitmen tidak menaikkan tarif listrik,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, investasi keseluruhan proyek infrastruktur tersebut mencapai Rp100 triliun. Dia menyebut, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tentu memerlukan banyak biaya, tapi pihaknya dapat menjamin bahwa keuangan PLN saat ini dalam kondisi sehat.
”Hal ini kami lakukan supaya dapat menurunkan seluruh biaya pokok penyediaan listrik di seluruh Indonesia,” kata Sofyan.
PLN, imbuhnya, juga sudah berhasil menurunkan biaya pembelian listrik swasta sejak 2015. Salah satunya pembelian PLTU Jawa 7 yang dapat ditekan USD4,4 sen per kwh. Hal itu akan menurunkan biaya pokok produksi di masa mendatang lebih kurang Rp25 triliun per tahun setelah 2019-2020.
”Hal ini juga berlaku EPC rata- rata turun dengan nilai kontrak 34% lebih murah dari kontrak- kontrak sebelum 2015,” ungkapnya.
Sofyan menambahkan, investasi proyek infrastruktur kelistrikan dari 2015 sampai saat ini telah mencapai Rp271 triliun dan Rp142 triliun telah terbayar.
Sementara saldo pinjaman PLN hanya sebesar Rp62 triliun dibiayai dari PLN dan dari PMN. Hal tersebut diharapkan adanya potensi penurunan beban bunga sebesar Rp1,2 triliun per tahun.
Sumber: SINDO