[PORTAL-ISLAM.ID] Pada Rakernas III ProJokowi atau Projo, 4-5 September 2017, Jokowi ingin agar relawan mulai berkampanye untuk dirinya.
Sinyal itu harusnya bisa ditangkap relawan dengan kerja nyata. Salah satu langkah revolusi mental yang bisa dilakukan ialah mendirikan partai poliltik atau parpol. Projo jangan lagi ormas, akan tetapi parpol dengan Ketua Umumnya Joko Widodo.
Selama ini, Jokowi hanya dijadikan petugas PDIP dan parpol pendukungnya. Jokowi ingin bebas dari belenggu mereka, sehingga 2019 benar-benar menjadi presiden.
Kehendak Jokowi pada Rakernas III Projo harus dipahami dengan cerdas, bukan kulitnya saja. Saatnya Projo menjemput takdir dengan berubah menjadi parpol.
Sejak dideklarasikan pada 23 Desember 2013, Projo hanya sekali berguna bagi Jokowi. Selebihnya, Projo hanya pemain pengganti bila PDIP tak muncul dalam merespon lawan politik Jokowi. Ada kesan Projo hanya ormas kacangan tanpa visi yang jelas. Bahkan, mendirikan parpol pun Projo masih takut pada PDIP.
Projo sebentar lagi akan digeser oleh ormas milik Adian Napitupulu maupun relawan Ahok yang menamakan diri Teman Ahok.
Bila Projo tak mau berbenah dan melakukan revolusi mental, maka hal itu bukan mustahil terjadi. Pilpres 2019, Projo kembali hanya menjadi pemain pengganti.
Pada Pilpres 2019 mendatang, dipastikan jumlah relawan pemenangan Jokowi dalam bentuk ormas akan bertambah. PadahalJokowi bukan hanya butuh relawan, namun Joko Widodo membutuhkan parpol yang setia. Khususnya, saat semua parpol pendukung Jokowi hanya butuh jabatan, bukan parpol setia sebagaimana Projo selama ini.
Perubahan Projo menjadi parpol akan menambah kekuatan Jokowi dalam menghadapi Pilpres dan menjalankan roda pemerintahan di periode kedua. Projo harus membantu Jokowi menjalankan roda pemerintahan di dalam parlemen. Selama ini, parpol pendukung masih setengah hati berjuang untuk Jokowi, termasuk PDIP.
Konsekuensi ketiadaan parpol yang benar-benar setia ialah Jokowi harus selalu menjual diri pada parpol pendukung. Jokowi tidak bebas dalam pengambilan kebijakan maupun langkah-langkah politik.Jokowi terus menerus jadi "boneka" parpol.
Hal itu akan berubah bila Projo lebih berani. Jokowi akan lebih bebas dengan parpol yang dikendalikannya langsung. Sangat disayangkan, ketika Projo hanya menjadi pengikut tanpa visi yang jelas. Projo salah memahami dalam mendukung Jokowi selama ini.
Mendukung tidak cukup dengan hanya mengantarkan Jokowi ke kursi presiden dan berpendapat di media. Projo harusnya bisa bermain lebih elegan di parlemen maupun pemerintahan. Projo harus paham bahwa peluang Jokowi menjadi ketua umum parpol hanya bila Projo menjadi parpol.
Sementara, untuk menjadi ketua umum parpol di tubuh PDIP sekalipun. akan sulit bagi Jokowi. Mengingat tradisi PDIP, dan masih banyaknya elite PDIP yang berpotensi. Langkah penyelamatan terhadap Jokowi, hanya dapat dilakukan bila Projo menjadi parpol. Sebuah parpol yang modern dan telah membuktikan kinerjanya di Pilpres 2014, tapi mandul setelah Jokowi terpilih sebagai presiden.
Projo harus dapat melihat peluang dan potensi diri, bukan malah sebaliknya. Perubahan Projo menjadi parpol adalah keharusan yang tak boleh ditunda lagi. Sejak 2015, wacana menjadi parpol belum juga mampu direalisasikan. Seolah Projo benar-benar ormas dari PDIP bukan ormas independen.
Projo harus mencontoh keberanian Nasdem yang berubah menjadi partai. Projo juga harus mencontoh PSI yang diisi politisi muda tanpa pengalaman politik, akan tetapi lebih berani dari Projo. Padahal Projo lebih dahulu ada dibandingkan PSI. Akan tetapi Projo tak memiliki mental petarung sebagaimana PSI.
Projo bahkan belum mampu mensejajarkan diri dengan TemanAhok yang sangat populer, walaupun dikomandoi anak-anak muda. Wajar, bila Jokowi dalam Rakernas mengarahkan Projo untuk kerja politik. Jokowi tak ingin Projo stagnan sebagaimana selama ini yang terjadi.
Projo harus segera berbenah dan menyelamatkan Jokowi pada Pilpres 2019.
Kemenangan Jokowi harus diwujudkan pula dengan kemenangan sejarah dalam pemerintahan. Projo harus menjadi parpol dan segera selamatkan Jokowi dari Parpol yang selama ini hanya menjadikannya sebagai ATM maupun petugas Parpol.
Penulis: Zakiyamani, Ketua Umum Jaringan Intelektual Muda Islam/JIMI
Editor: PORTAL-ISLAM.ID
Editor: PORTAL-ISLAM.ID
Sumber: Viva