[PORTAL-ISLAM.ID] Peristiwa unjuk rasa massa anti komunis di depan gedung YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta, menyisakan banyak catatan penting.
Berikut catatan MayJen Suryo Prabowo yang ditulis dalam laman Facebook miliknya.
AGITASI dan PROPAGANDA adalah senjata andalan PKI dulu & sekarang
Sebelumnya, 16 September, Polisi sudah meminta agar para aktivis agar tidak melanjutkan kegiatan diskusi, atau kegiatan apa pun yang 'berbau' PKI di kantor YLBHI Jakarta (Seminar 'Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66'), karena berpotensi memicu terjadinya konflik komunal.
Tetapi mereka tetap memaksa (17/9) melanjutkan kegiatannya yang diberi judul "AsikAsikAksi", dengan dalih itu adalah hak demokrasi mereka yang dilakukan di dalam kantor YLBHI. Judul kegiatan "AsikAsikAksi" dipersepsikan masyarakat Anti PKI sebagai pelecehan.
Polisi diam, mungkin lupa bahwa Tap MPRS XXXV/1996 dan UU no. 27/1999 tentang pelarangan PKI dan kegiatan yang 'berbau' Komunisme masih berlaku.
Mungkin saja kegiatan di dalam Kantor YLBHI tanggal 17/6 itu tidak lagi 'berbau' PKI, tetapi persepsi masyarakat Anti PKI kegiatan di Kantor YLBHI itu 'berbau' PKI karena diikuti oleh simpatisan PKI.
Akibatnya, massa anti PKI marah, dan mengepung kantor YLBHI. Sementara itu aktivis yang terkepung didalam kantor LBH menuduh, Polisi melakukan pembiaran.
Sebaliknya ketika Polisi melakukan pembubaran paksa terhadap massa yang marah di luar Kantor YLBHI dengan menembakkan gas air mata dan water canon, Polisi dituduh membela aktivis PKI yang terkepung di dalam Kantor YLBHI.
Sampai disini seharusnya kita bisa memahami siapa sebenarnya:
- Pelaku agitasi & propaganda
- dan provokator yang memicu kemarahan masa.
Semoga Polri kedepan bisa bijak untuk memilih berpihak pada siapa, atau berpihak pada apa, dan bisa membedakan mana 'aksi' yang memprovokasi, dan 'reaksi' korban agitasi, propaganda dan provokasi, yang justru akhirnya menjadi korban.