Oleh : Ustadz Felix Siauw
Saya disambut panitia di Brebes Jawa Tengah dengan kabar, bahwa acara Tabligh Akbar "Solidaritas Rohingya", Ahad (10/9/2017), yang digagas Pemuda Muhammadiyyah Ranting Sawojajar Brebes itu mendapat tantangan yang luar biasa dari salah satu ormas yang saat ini terkenal "intoleran", juga tekanan dari pihak berwajib.
Maklumlah, selama ini berkembang "ISU" bahwa aksi-aksi solidaritas Rohingya itu diusupi oleh provokator, dan semua hal tentang Rohingya itu digoreng dan digunakan untuk menjatuhkan wibawa presiden yang mewakili penguasa.
Sungguh tega nian, kaum Muslim yang berkumpul di 212 dituduh berniat makar, membela Al-Quran dibilang intoleran, menginginkan pemimpin seiman dikata anti-keberagaman, sekarang, solidaritas kemanusiaan dan aqidah dicap sebagai menjatuhkan wibawa presiden dan menjatuhkannya.
Usut punya usut, keberatan ormas tersebut atas acara "Solidaritas Rohingya" itu bukan terletak pada acaranya, tapi pada pribadi saya sebagai pembicaranya, yang dianggap anggota HTI, menyebabkan keresahan di masyarakat, dan tuduhan wajib lainnya seperti: anti-Pancasila dan anti-NKRI, dan segala stigma mengerikan lainnya.
Jadilah saya mendengarkan semua "persyaratan" yang diberikan oleh ormas tersebut pada panitia, yang saya anggap begitu sabar dan begitu bijak dalam menyikapi kelakuan ormas tersebut, saya menyimak satu persatu.
"Jadi kata mereka, felixsiauw tidak boleh menyinggung pemerintah, tidak boleh menyindir ormas kami, tidak boleh bicara khilafah, tidak boleh merongrong Pancasila dan NKRI, tidak boleh menyinggung agama lain," begitu yang saya dengar dari panitia.
Saya pun menyampaikan pada panitia, alhamdulillah ini bukan pertama kali saya mendapatkan ancaman dan gangguan seperti ini, dan sebagaimana niatan saya, yang saya sampaikan esok hari adalah tentang "Solidaritas Rohingya", tentang iman dan ukhuwah sebagai Muslim.
Bahkan saya sampaikan, bila mereka suka, mereka diundang semua untuk hadir pada acara, biar kenal dan tahu bukan dari isu, jangan sampai benci tapi tidak mengenali. Sebab terkadang manusia menyimpulkan dari prasangka, dari desas-desus.
Juga disampaikan pada saya, "yang berwenang pun hadir, dan bila ustadz berani menyinggung pemerintah, ustadz langsung diturunkan dan digelandang dari panggung". Saya hanya tersenyum, dan bersyukur, alhamdulillah aparat mau ikut pengajian, siapa tahu dapat hidayah.
Saya pun mengapresiasi panitia, gabungan Pemuda Muhammadiyyah, lengkap dengan KOKAM dan didukung senior-senior di pengurus ranting serta cabang, juga bersama ormas lain seperti Persis dan Pemuda Pancasila, dan segenap Kiyai dan Pemimpin Ponpes, syukur masih banyak yang mau teguh dalam agama Allah.
Malam itu saya lewati bersama @CahyoAhmadIrsyad, sahabat saya di @YukNgajiID yang sudah mulai terbiasa dengan kejadian seperti ini, satu-satunya yang dia sedihkan di hari itu adalah harus menerima kenyataan bahwa Liverpool dibantai Manchester City 5-0.
Esok paginya, sesampai di GOR Brebes, peserta sudah mulai memenuhi tempat acara. Sebab bisa jadi orang berkata bahwa urusan Rohingya ini bukan urusan agama, terserah, bagi Muslim ini adalah urusan aqidah dengan nyata.
KOKAM menjaga di dalam dan diluar tempat acara, terlihat pula puluhan personil Pemuda Pancasila yang dikerahkan ketuanya, yang juga muak melihat kelakuan para biksu Myanmar yang mengatasnamakan agama, walau kita tau teroris memang tak punya agama, tak semua Buddha begitu.
Pembicara duduk diatas sofa sederhana yang disediakan, didampingi pejabat dari pihak berwenang memantau acara, satu persatu pembicara pun tampil, sementara saya giliran yang terakhir, bagian paling ujung.
Disini letak yang membahagiakan saya, diluar dugaan siapapun, ternyata ketiga pembicara yang mendahului saya, kesemuanya lebih tajam dari saya, straight to the point, ibarat tinju semua pukulan kombinasi keluar tertata dan menohok, meng-KO tiap-tiap isu salah yang selama ini ditiupkan.
Misal, salah satu pembicara, KH. Ghofar Ismail mengatakan, "Hanya ada 3 cara merespons kejadian Rohingya, jihad dengan nyawa, atau dengan harta, selemah-lemahnya lisan, selain itu mu-na-fik", diiringi teriakan hadirin juga.
Ketiga pembicara juga mengajak jangan terprovokasi, ummat harus bersatu, ukhuwah harus ditempatkan diatas segalanya, dan selama berpegang pada tauhid dan syariat, maka mereka adalah saudara, termasuk Muslim Rohingya.
Saya menutup tabligh akbar itu dengan orasi penuh airmata sendiri, bukan hanya sedih dengan kondisi Muslim Rohingya, tapi juga haru saat menyaksikan begitu banyak Muslim yang berkumpul, juga ulama di Brebes yang lurus dan teguh dalam membela agamanya, benar-benar karunia Allah.
Bagi kita Rohingya ini adalah ujian keimanan, menunjukkan jelas mana mukmin mana munafik, dan kita berharap kita termasuk yang beriman, agar kita punya hujjah dihadapan Allah, agar kita tidak dituntut Muslim Rohingya kelak di yaumil hisab.
Terimakasih kepada Ust. Hendi Sudono, Ust. Taufik, Ust. Salam Rusyad, KH. Ghofar Ismail, KH. Misbachul Munir, juga semua kawan-kawan KOKAM Brebes dan Pemuda Pancasila Brebes, segenap panitia dan seluruh peserta "Solidaritas Rohingya" Brebes.
*dari fb ustadz Felix Siauw