[PORTAL-ISLAM.ID] Berbicara kepada empat kepala negara pada hari Kamis (31/8/2017), presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak upaya intensif untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Myanmar.
Dilansir kantor berita Turki Anadolu Agency, Recep Tayyip Erdogan melakukan pembicaran telepon dengan kepala negara dari Pakistan, Mamnoon Hussain, dengan Iran Hassan Rouhani, Mauritania Mohamed Ould Abdel Aziz, dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani.
Erdogan meminta para pemimpin untuk mengintensifkan upaya untuk menemukan solusi bagi krisis kemanusiaan di negara Asia tenggara, Myanmar.
Berbicara kepada para pemimpin negara-negara mayoritas Muslim, dia memberikan harapan terbaik untuk Hari Raya Idul Adha, namun menambahkan bahwa masalah di Suriah, Irak, Yaman, Palestina, Libya dan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar telah menjadi hal yang sangat menyedihkan dunia Islam di tengah Hari Raya Idul Adha.
Sumber kepresiden mengatakan bahwa diplomasi telepon Erdogan akan terus berlanjut.
Kekerasan meletus di negara bagian Rakhine di Myanmar pada 25 Agustus ketika pasukan keamanan negara tersebut melancarkan operasi terhadap komunitas Muslim Rohingya. Ini memicu masuknya pengungsi baru ke negara tetangga Bangladesh, meskipun negara tersebut menutup perbatasannya dengan para pengungsi.
Laporan media mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar telah menggunakan kekuatan yang tidak proporsional, menggusur ribuan warga desa Rohingya dan menghancurkan rumah mereka dengan mortir dan senapan mesin.
Daerah ini telah mengalami ketegangan antara populasi Budhis dan Muslim sejak kekerasan komunal terjadi pada tahun 2012.
Sebuah tindakan keras yang dilakukan pada bulan Oktober yang lalu di Maungdaw, di mana Rohingya menjadi mayoritas, menyebabkan sebuah laporan PBB mengenai pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan yang mengindikasikan kejahatan terhadap kemanusiaan.
PBB mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan - termasuk bayi dan anak kecil - pemukulan dan penghilangan brutal. Perwakilan Rohingya mengatakan sekitar 400 orang telah terbunuh dalam tindakan keras tersebut. (Anadulu Agency)