[PORTAL-ISLAM.ID] Korupsi di negeri ini memang nyaris tak ada putus-putusnya. KPK berdiri, tapi tak sedikitpun angka korupsi dan pelaku nya surut.
Semalam, KPK kembali mengumumkan status tersangka Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Status ini menyusul 5 kepala daerah lain yang ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Rita Widyasari yang sedianya akan menerima penghargaan anti korupsi, malah diciduk KPK, persis saat dirinya siap digadang menjadi Gubernur Kaltim oleh Partai Golkar pada pilkada 2018 mendatang.
Rita yang merupakan ketua DPD Golkar Kalimantan Timur ini tengah berada di Jakarta saat KPK mengumumkan status tersangkanya. Karena, rencananya pada keesokan hari, (hari ini) Rabu, 27 September 2017 akan mendapatkan anugerah bupati anti korupsi dari Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggaraan Negara dan Pengawasan Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) di kawasan BSD City, Tangerang Selatan.
Dalam suratnya, BPI KPNPA menyebut Rita adalah kepala daerah terbaik yang berhasil menjalankan revolusi mental mendukung program nawacita Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Mereka telah melakukan penelitian selama enam bulan di 22 provinsi dan menjatuhkan pilihan terhadap Rita karena dinilai jujur, bersih dan ikhlas menjalankan tugas untuk masyarakat. Tetapi sayang, KPK berpendapat lain.
Bupati yang telah menjabat dua periode itu disangkakan telah menerima gratifikasi. Ia menjadi tersangka bersama Khairudin selaku Komisaris PT Media Bangun Bersama, sebagaimana Sprindik nomor Sprin. Dik-96/01/09/2017 tertanggal 19 September. Penetapan tersebut merupakan pengembangan kasus terkait perizinan perkebunan dan pembangunan Mall Citra Gading.
Jika melihat jumlah harta kekayaan Rita, memang agak sulit meyakini jika anak kedua mantan bupati Kukar Syaukani Hassan Rais, ini adalah bupati yang bersih. Sebab, hanya dalam Waktu empat tahun, hartanya berlipat ganda menjadi ratusan miliar. Melonjak 10 kali lipat.
Dari data acch.kpk.go.id, tercatat total kekayaan Rita pada 23 Juni 2011, sebesar Rp25 miliar. Namun, berdasarkan laporan 29 Juni 2015, jumlah hartanya meningkat drastis menjadi Rp236 miliar dan 138.412 dolar AS. Fantastis bukan?
Rita tampaknya ingin mengikuti jejak ayahnya yang juga pernah menjadi pasien KPK. Syaukani menjadi tersangka pada 18 Desember 2006, terkait pelepasan lahan Bandara Loa Kulu. Namun dalam pengembangan kasus, KPK menemukan adanya korupsi lain yang dilakukan Syaukani. Pada 14 Desember 2007, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis hukuman penjara dua tahun enam bulan terhadap Syaukani. Menurut hakim, ia terbukti korupsi selama kurun waktu 2001 hingga 2005 dan merugikan negara Rp113 miliar.
Dengan penetapan tersangka ini, Rita berarti sudah ada tiga orang kepala daerah dari Golkar yang terjerat kasus korupsi di KPK. Sebelumnya ada Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Politikus partai berlambang beringin itu ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (21/6/2017), atas dugaan suap pada proyek peningkatan jalan TES-Muara Aman dan proyek peningkatan jalan Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong.
Kemudian, Wali Kota Tegal Siti Masitha. Ia ditangkap pada Selasa (29/8/2017) di Rumah Dinas Wali Kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal, terkait kasus dugaan suap pengadaan infrastruktur kesehatan untuk pembangunan fisik ruangan ICU di RSUD Kardinah Kota Tegal. Siti diduga menerima suap Rp5,1 miliar. Selain itu, ia juga diduga menerima fee sejumlah proyek di Tegal sekitar Rp3,5 miliar dalam rentang waktu Januari hingga Agustus 2017.
Lalu, Bupati Batubara Sumatera Utara OK Arya Zulkarnaen. Ia menjadi tersangka pada Kamis (14/9/2017), pasca-operasi tangkap tangan yang dilakukan sehari sebelumnya. Ketua DPD Golkar Batubara itu diduga menerima suap senilai Rp4,4 miliar dari tiga proyek yakni pembangunan Jembatan Sentang, proyek pembangunan Jembatan Sei Magung, dan proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi.
Tampaknya, Golkar yang saat ini dipimpin oleh Setya Novanto, yang juga tengah berstatus tersangka KPK terkait skandal korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, berhasrat ingin menyaingi PDI Perjuangan sebagai partai politik jawara korupsi di Indonesia. Sebagaimana diketahui bersama, parpol besutan Megawati Soekarnoputri itu masih memuncaki daftar urutan penyumbang koruptor terbanyak.
Berdasarkan data dari Berdasarkan data yang dirilis KPK Watch Indonesia tentang korupsi partai politik periode 2002-2014, jumlah kader PDI P yang terjerat kasus rasuah berjumlah 113 orang. Posisi kedua ditempati Golkar dengan menyumbang 73 kader. Sementara posisi selanjutnya diisi Demokrat 37 kader, PAN 33 kader, PKB 17 kader dan PPP 15 kader.
Penulis: Patrick Wilson