[PORTAL-ISLAM.ID] Prof. Jana Jabbour, profesor Hubungan Internasional asal Prancis, mengungkapkan analisisnya terkait sosok Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Menurutnya, Eropa tidak menghendaki adanya pemimpin kuat di Timur Tengah seperti sosok Erdogan, yang berani bilang “tidak” di hadapan Barat.
“Eropa menghendaki pemimpin-pemimpin yang tunduk patuh di Timur Tengah. Oleh sebab itulah mereka terus menyangkal kemampuan dan kedudukan Turki di kancah internasional,” tambahnya, dilansir dari Anadolu Agency, Jumat (22/09/2017).
Jabbour mengungkapkan, hubungan Turki dan Uni Eropa (UE) mulai mengembang ke permukaan sejak Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) berkuasa tahun 2002 silam. Menurutnya, itu disebabkan oleh kesalahan Eropa dalam memahami arah pembangunan Turki di masa Erdogan.
Ia menambahkan, Turki ingin dianggap sebagai mitra setara oleh Eropa. Selain itu Turki juga ingin diakui kekuatan yang dimilikinya, serta agar Eropa memberikan status yang layak di kancah internasional. “Tapi Eropa menyangkal itu semua, dan terus menjuluki Erdogan dengan pemimpin Islam diktator,” lanjutnya. (Betapa lucunya Eropa, sementara rezim kudeta diktator As-Sisi mereka restui)
Bahkan Jabbour juga menyebut tindakan Jerman, utamanya Kanselir Angela Merkel, yang seakan memusuhi Turki. Menurutnya itu hanya sebuah propaganda pemilihan. Para pemimpin Eropa umumnya dan Jerman khususnya, beranggapan akan mendapat suara banyak melalui propaganda tersebut.
Di sisi lain, Jabbour sendiri tidak menolak anggapan dari pemimpin Eropa bahwa Erdogan menjalankan kebijakan anti-Barat sejak berkuasa.
Jabbour juga membahas sikap Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Menurutnya, pemimpin baru itu tidak akan menghalangi Istana Elysee untuk melakukan negosiasi aksesi Turki ke UE.
Lanjutnya, Macron sangat menyadari perlunya Eropa terhadap Turki. Utamanya terkait isu pemberantasan teroris dan masalah pengungsian. “Aku melihat Macron mengadopsi kebijakan yang lebih realistis ketimbang Merkel dalam masalah ini,” yakinnya. (Dakwatuna)