[PORTAL-ISLAM.ID] Cerita memilukan kekejaman PKI disampaikan DR. Nuriyati Samatan, dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma.
Melalui akun facebooknya, ibu DR. Nuriyati Samatan menuturkan:
Bulan September 1965, 52 tahun yang lalu. Mungkin banyak di antara kita yang belum lahir, saat sejarah paling kelam di negeri ini terjadi. Gerakan 30 September PKI.
Banyak yang punya cerita, dan kami dalam keluarga punya cerita.
Tersebutlah, paman saya, kakak dari ibu saya, saat itu lagi jadi "nyong-nyong" yang "hebat" di masanya. Ia belajar menjadi saudagar saat masih muda; menjadi tumpuan harapan orangtuanya (kakek dan nenek saya), dan juga kebanggaan adik-adiknya. Saat itu, ia telah memiliki "calon isteri" yang sudah dikenalkan kepada keluarga, dan siap menikah.
Tersebutlah, dengan sejuta harapan, dari orangtua, adik-adik, calon isteri, ia kemudian berlayar, menuju Surabaya, untuk berniaga. Dengan kapal layar yang kami sebut "lambut", paman saya, dan beberapa kerabat, mengarungi lautan, dengan kapal layar tanpa motor. Paman saya berangkat diiringi doa, harapan, dan bunga-bunga cinta, karena saat ia kembali, ia juga akan menikahi sang jantung hatinya.
Beberapa waktu tanpa komunikasi...
Dua atau tiga bulan kemudian, kapal layar yang mereka tumpangi, kembali.
Namun, apa mau dikata, paman saya tak kembali lagi :(
Hanya ada koper dan sedikit hasil penjualan hasil bumi, yang diserahkan kepada kakek dan nenek saya.
Saudara kakek saya dan awak kapal yang lain kemudian bercerita:
Saat kejadian itu, paman saya yang tidak tahu apa-apa, sedang berada di Gresik, mengunjungi orang tua angkatnya. Tiba-tiba sekelompok orang menyerang, membabi buta, dan membunuh semua orang yang ditemui di rumah itu, tak terkecuali paman saya.
Dan... paman saya yang tak tahu apa-apa, berkalang tanah seketika :(. Tak ada proses hukum, tak ada yang mengaku bertanggungjawab, dan yang paling menyedihkan, tak diketemukan "jasad"nya lagi.
Dalam kesedihan, kakek dan nenek saya nekad, mereka harus ke Gresik, mencari jasad anak kesayangan mereka. Namun . . . semua sia-sia. Tak ada jasad, tak ada proses hukum, dan paman saya tak pernah kembali. Tidak pernah lagi menemui orangtua dan adik-adik serta kerabatnya, tidak pernah lagi dapat menunaikan janjinya, menikah dengan perempuan yang telah terikat janji dengannya :(.
Saya hanya ingin bercerita, untuk mengenang kepergian paman saya, untuk sebuah kesalahan yang tak pernah ia lakukan :(.
Saya hanya ingin bercerita, agar kita semua mengingat, dan belajar, betapa Bangsa ini telah pernah mengalami sejarah sosial yang paling kelam. Pertumpahan darah antar sesama anak negeri.
Agar jadi pelajaran untuk kita semua, bahwa PKI, apa pun wujudnya saat ini, tak boleh hidup dan dibiarkan hidup di negeri yang telah dimerdekakan oleh para Syuhada, oleh para Ulama.
Bumi Indonesia terlalu suci untuk dikotori oleh Komunis!
*Sumber: fb